Kisah Kyai Pamungkas:
PEDANG ACEH PENYELAMAT JIWA
Saat berondongan peluru menyiram tubuh, mendadak, di depan sana tampak seorang lelaki renta bersorban yang melambaikan tangannya…
Sebenarnya aku ingin memendam kisah hidup yang satu ini jauh di dalam lubuk hati. Bukan untuk menonjolkan diri, sebab peristiwa yang sama begitu acap dialami oleh tiap keluarga pengungsi yang mencari kedamaian di daerah yang aman. Dan kini keluarga hanya bisa mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi…
Paul Van T Veer, sejarawan Belanda mencatat Perang Aceh sebagai perang terbesar dan terlama yang terjadi di Nusantara. Bahkan sempat membuat perekonomian pemerintahan Belanda menjadi guncang karenanya. Ia membagi perang tersebut dalam empat babak. Perang pertama meletus tahun 1873, perang kedua 1874 – 1880, sedang yang ketiga 1884 – 1896 dan keempat adalah 1898-1942. Pada rentang tahun 1870, peperangan yang berkecamuk telah membuat warga porak poranda. Saat itu, kaum wanita, anak-anak dan orang tua yang tak kuat lagi mengangkat senjata kebanyakan memilih untuk mengungsi ke luar dari bumi kelahirannya.
Dan salah satunya adalah leluhurku, tepatnya ibu dari kakek yang kala itu masih berusia sepuluh tahun. Atas desakan ayah dan ibunya yang tak mau meninggalkan bumi Aceh, ia bersama-sama dengan beberapa orang perempuan tua yang dikenalnya bertekad menyeberang melalui Meulaboh. Rencana pun disusun. Pada suatu malam yang telah ditentukan, dengan menggunakan pedati yang rodanya dibungkus jerami agar gemeretak suaranya tak terdengar.
Rombongan kecil itupun berangkat dengan diiringi do’a tulus dari semua yang ditinggalkan.
Dan apa yang terjadi? Ternyata pihak Belanda mencium ada rombongan yang akan mengungsi. Akibatnya, di tengah kelebatan dan gelapnya hutan, pedati yang ditumpangi buyutku diserang oleh sepasukan Marsose. Siraman peluru ke arah pedati membuat seluruh penumpangnya berhamburan ke luar untuk menyelamatkan diri. Di tengah keadaan yang demikian kritis, buyutku melihat ada seorang lelaki berjubah putih yang melambaikan tangan ke arahnya.
Dengan rasa takut dan harap-harap cemas, buyutku menghampiri lelaki berjubah putih itu. “Bawalah pedang ini ke seberang. Simpan dan rawatlah dengan baik, pada saatnya nanti, keturunanku akan datang untuk mengambilnya,” ujar Sang kakek sambil memberikan sebilah pedang.
Menurut almarhum ayah, sambil menenteng pedang yang lumayan panjang dan berat itu, buyutku berjalan mengikuti langkah Sang kakek. Saat tubuh renta berbalut jubah putih itu menghilang di balik Pepohonan, buyutku pun tiba di tepian pantai di mana sudah ada perahu yang menunggunya. Tanpa berpikir panjang lagi, buyutku pun menghambur ke arah perahu dan menaikinya.
Dan sejak itu, kehidupan baru pun dilaluinya di tanah Jawa. Kini pedang itu masih terawat dengan baik di tanganku. Aku hanya bisa menunggu pemilik asli untuk datang menjemputnya. ©️KyaiPamungkas.
KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)