Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: HIDUPKU DITOLONG JIN BAIK

Kisah Kyai Pamungkas:

HIDUPKU DITOLONG JIN BAIK

 

Suamiku sudah terkepung. Empat perampok bersenjata tajam telah mengelilingi dirinya. Lehernya dikalungi clurit dan kepalanya siap ditebas. Empat pejahat itu kesetanan, mereka telah kalap dan siap melakukan apapun dalam operasinya. Termasuk membunuh suamiku, aku dan anak-anakku yang sedang tertidur pulas. Mas Faisal, suamiku, anehnya, tetap tenang dan tidak menunjukkan sedikitpun rasa gentar. Matanya menatap tajam ke mata perampok di depannya, sedangkan mulutnya berkomat kamit seperti membaca mantra…

 

Di malam yang tenang dan sunyi itu, di luar dugaan kami, tiba-tiba masuk empat orang perampok menggunakan mobil kijang komando. Mereka membongkar pagar dan mendobrak pintu rumah kami. Aku yang terjaga, segera membangunkan Mas Faisal dan suamiku langsung menghambur ke depan. Empat kawanan rampok itu disambutnya z dengan ramah. Dia sempat bertanya tentang apa mau mereka dan Mas Faizal siap memberikan semua harta kami. Tapi, para perampok merasa dilecehkan, lalu menghujami suarniku dengan tinju, ditentang dan dikalungi clurit.

 

“Kalian memilih nyawa kalian atau memilih memberikan harta?” bentak Sang rampok, yang bertubuh paling jangkung dan mengenakan cadar. Yang lain, membentakku dan mengikat tanganku ke belakang dan mengancam akan membunuhku dan semua penghuni rumah bila tidak memberikan harta perhiasan yang tersimpan di lemari yang bernilai Rp 10 milyar, termasuk dua mobil mewah yang terparkir di garasi kami.

 

“Saya akan memberikan semua harta kami untuk kalian, tapi tolong jangan lukai kami. Jangankan dibunuh, luka sedikitpun, jangan sampai terjadi. Kami tidak akan berteriak dan tidak akan memanggil polisi. Mari kita bekerja sama secara baik-baik, ambillah semua harta kami dan bawalah pergi,” pinta suamiku, saat clurit itu sudah mulai menyayat lehernya, dan darah segar pun mulai mengalir di kimono yang dikenakannya. Jantungku berdebar heba ketakutan.

 

“Leherku sudah berdarah dan kalian telah melakukan kekekerasan kepada kami. Untuk itu, saya tidak akan memberikan harta saya dan kita siap bertarung habis-habisan malam ini,” bentak suamiku, berbalik menekan. Mendengar omongan suamiku itu, Si Rampok makin beringas, marah dan mengganas. Clurit itu lalu diayunkan dan siar memotong leher Mas Faisal. Pada saat clurit itu Siap memenggal leher Mas Faisal, tiba-tiba petir menggelegar dan kilat mengkelap meyambar, menerangi halaman rumah kami. Bersamaan dengan sinar kilat itu, muncul sosok raksasa bertubuh besar, mengenakan jubah putih di pintu pagar kami. Raksasa itu lalu merangsek masuk dan mencekik leher empat perampok sekaligus.

 

Tubuh raksasa itu menunduk, tinggi tubuhnya tidak memungkinkan dia berdrri. Karena tercekik, empat rampok segera melepaskan senjata tajam yang mereka pegang dan mereka berontak mencari peluang untuk melarikan diri. Tapi kempatan berlari itu tidak ada lagi. Mereka sudah berada dalam genggaman raksasa dan polisi yang ditelpon suamiku pun sudah datang.

 

Pada saat polisi hadir, rampok menyerahkan diri dan raksasa itu tiba-tiba sirna. Dia menghilang lenyap seperti angin. Polisi segera membawa empat rampok ke kantor Polres. Mereka segera diperiksa dan berkas perkaranya siap dikirim ke Kejaksaan lalu ke Peradilan Negara.

 

Begitu keadaan tenang, subuh dinihari, aku bertanya kepada suamiku, siapa raksasa yang telah menolong kami itu. Dengan tenang, Mas Faisal menceritakan, bahwa raksasa yang menangkap penjahat itu adalah Jin Aljabir, jin muslim yang menjadi piaraan Mas Faisal sejak kami tinggal di rumah kami di Pondok indah, Jakarta Selatan itu. Jin Aljabir itu merupakan jir warisan dari orangtua Mas Faisal, mertuaku, almarhum Haji Muhdi Amin di Palembang, Sumatera Selatan.

 

“Sejak aku kecil, Jin Aljabir itu sudah sering aku lihat dan ayahku berpesan kepada semua anak-anak, agar tidak takut kepada Aljabir, karena Aljabir adalah jin islam yang baik dan bertugas menjaga rumah kami di Palembang. Selama Jm Aljabir ada, kamu diharuskan untuk selalu memberinya makan dengan zikir, wiridan dan doa-doa untuknya. Kami adik beradik, sudah terbiasa memberikan makanan itu untuk Aljabir,” kisah Mas Faisal.

 

Diceritakan oleh suamiku, pada saat mertuaku akan meninggal, Jin Aljabir itu ditanyainya, mau diwariskan kepada siapa di antara sembilan anak. Sebab bagi pemelihara jin, siapa pun dia, baik dari golongan kyai atau orang biasa, bila akan meninggal, haruslah mewariskan jin piaraan kepada orang-orang yang ditunjuk. Nah, ayah mertuaku, bertanya kepada Jin Aljabir mau ikut siapa dan Aljabir itu memulih ikut Mas Faisal dan jin tersebut hijrah ke Jakarta. Ikut tinggal di rumah kami di Pondok Indah.

 

“Kenapa Mas Faisal tidak menceritakan hal itu selama ini kepadaku?” desakku, penasaran Arkian, hari itu suamiku mengatakan, bahwa karena selama ini dia menganggap aku tidak akan percaya dengan hal gab seperti jin piaraan itu, maka dia ogah menceritakannya padaku. “Bila aku ceritakan dari dulu kepada Mama, pastilah Mama tidak percaya dan aku ditertawakan. Mama kan orang yang sangat rasional dan kurang yakin tentang adanya makhluk halus yang bisa diberdayakan di sekitar kehidupan kita,” ungkap Mas Faisal.

 

Sekarang, malam tadi, Mama telah melihat dengan mata kepala Mama sendiri, secara kasatmata, Mara telah melihat jin itu, Jin Aljabir yang telah bertahun-tahun secara tersembunyi mengawal rumah kita ini. Selain mengawal rumah, Jin Akabir itu juga bisa mengawal semua penghuni rumah ini jika berada dalam bahaya,” tukas Mas Faisal.

 

Karir suamiku sebagai pekerja di Pertamina sungguh menjanjikan. Karena dia ekspert, maka jabatan demi jabatan penting terus memburunya dan suamiku pun menjadi orang penting di perusahaan BUMN tersebut. Beriring dengan jabatan bagus di Pertamina, maka keadaan keuangan kami pun makin membalk dari hari ke hari, Terakhir, kekayaan yang kami daftarkan berjumlah Rp 600 milyar.

 

Sebagai istri seorang milyarder, aku tentu saja hidup bergelimang uang. Empat anakku pun sangat menikmati keadaan ini. Kami mabuk belanja, mabuk pesta dan mabuk bepergian ke luar negeri. Uang penghasilan suamiku aku kelola dengan baik dan kami hidup bermegahrta. Hanya untuk pesta ulang tahun setiap anak, kami membuat pesta kebun, full music dan mengundang ribuan orang. Pesta dilakukan di kolam renang dan kebun kami di belakang rumah yang berluas 5000 meter.

 

Yang banyak saudaranya, demikian keadaan kami kala itu. Baik dari saudara suami maupun saudara dan fihakku, sangat banyak hadir di rumah kami. Setiap mereka punya keperluan uang, mereka tinggal datang ke kami, baik berupa pinjaman maupun terangterangan merninta. Semua keluarga yang membutuhkan uang, terutama untuk biasa pendidikan dan berobat, selalu kami bantu Maka itu, rumah kami tidak perah sepi, banyak keluarga jauh maupun dekat yang datang meminta bantuan.

 

Karena kami senang keramaian, maka semua keluarga itu karmi terima baik di rumat karni. Kami menampung semua keluarga yang berkenan menginap, bahkan sebagian di antaranya tinggal hidup dengan kami di Pondok Indah. Kamar berjumlah 20 buah, sangat siap menampung siapapun yang menginap dan tinggal dengan kami. Bahkan, ada ponakan yang menginap di rumah, tidak mau pulang ke rumahnya.

 

Kebahagiaan yang kami alami ternyata tidak berlangsung panjang. Pada tanggal 23 November 2007, suamiku ditangkap polisi Mas Faisal dipanggil kejaksaan karena tuduhan terlibat penyelewengan keuangan Pertamina. Jantungku berguncang hebat dan rasa kalut pun bergerinjang dahsyat di dalam batinku. Duh Gusti, mengapa semua m tejad mengapa Mas Faisal sampat melakukan penyelewengan itu. Semua harta yang kami punyai akhirnya disita pengadilan dan dikembalikan kepada Negara dan Mas Farsai dihukum 20 tahun penjara, divonis peradilan Jakarta karena terbukti korupsi.

 

Uang tabungan deposito kami terkuras habis untuk bayar pengacara dan sogok sana sini demi menyelamatkan Mas Faisal Tapi uang berlimpah yang keluar itu, tidak berhasil mengeluarkan suamiku dari tuntutan hukum itu. Bahkan, uang sogokan itu malah menjadi bencana, semakin memperbanyak jumlah hukuman yang diterima oleh suamiku sebagai koruptor.

 

Setelah semua harta disita negara kami anak beranak diusir dari rumah. Aku segera mencari kontrakan di daerah Tanah Kusir dan menempati sebuah rumah sempit miIik keluarga orang Betawi. Sekolah anak-anakku terlantar dan aku pun terpaksa melamar kerja untuk biaya hidup. Semua keluarga yang dulunya dekat, kini hilang dan kami sekeluarga pun dijauhi oleh sanak famili.

 

Setelah lima bulan ditahan, 25 Februan 2008 suamiku meninggak dunia. Penyakit Jantung yang selama ini didenta, selama di penjara, semakin parah dan sakit jantung itu akhirnya membuat Mas Faizal meninggalkan kami semua untuk selamanya. Kami mengubur Mas Faisal di Karet Bivak, Jakarta Pusat dan uang santunan pun aku terima sebagai ahli waris almarhum.

 

Karena ditolak kerja di mana-mana, akhirnya dengan uang santunan tu aku membuat usaha rumah makan kecil di Kebayoran Lama. Di dekat pasar, usahaku itu terus menggelinding, walau hasilnya sangat kecil, bahkan sering sekali merugi. Modal yang akan buat hari itu, malah tidak balik bahkan aku harus nombok karena rumah makanku kurang laku.

 

Hidup harus terus menggelinding dan aku tidak boleh menyerah. Demikian tekadku berjualan dan terus berdagang. Semua itu mutlak dilakukan demi empat anakku yang semuanya belakangan menjadi terlantar.

 

Ke empat anakku, ikut prihatin mensiasati keadaan ini, hingga mereka pun ikut kerja keras mencari uang. Ardi yang tertua, bekerja sebagai pencuci mobil di servis station. Irma yang nomor dua, baru berumur 15 tahu, bekerja di minimarket, Tony yang ketiga, berjualan minuman ringan di Stasiun Kereta Api Kebayoran Lama, sedangkan yang paling kecil, Nanda, menjadi tukang semir sepatu di stasiun Sudimara, Bintaro.

 

Pada suatu malam, malam jumat pukul 24.00 pertengahan November 2009, aku bermimpi kedatangan Mas Faisal. Dalam mimpi yang seperti nyata itu, Mas Faisal meminta aku untuk kembali ke rumah kami di Pondok Indah yang telah kosong menjadi sitaan Negara. Di belakang rumah itu, di bawah pohon Mahoni ujung kolam renang, aku dimintanya untuk wiridan memanggil Jin Aljabir dan meminta bantuan makhluk itu. Utamanya dalam hal mendorong usahaku yang tersendat-sendat.

 

Karena mimpi itu seperti benar-benar nyata, maka aku segera memenuhi permintaan suamiku itu. Tapi yang jadi masalah, rumah itu sudah dikuasai Negara darm pagarnya tergembok rapat, diawasi ketat oleh security kompleks. Bagaimana caranya aku masuk dan dari mana aku masuk ke halaman belakang rumah itu. Otakku berputar-putar mencari jalan, solusi dan cara yang tepat agar aman melakukan ritual pemanggilan Aljabir tersebut.

 

Setelah meminta Parman, tukang ojek langganan untuk mengantar dan dia bersedia, maka aku pun berangkat ke daerah itu pukul 23.00 hampir tengah malam. Setelah aman dari pengawasan security, aku memanjat pagar besi dan melompat di halaman belakang rumah. Kebetulan, lampu jalan belakang mati dan ojek Parman dengan aman masuk ke wilayah itu.

 

Parman memarkir ojeknya dan dia duduk di bawah motornya sambil membentangkan jas hujan sebagai tikar. Parman merokok dan minum air mineral di situ, sementara aku ngewirid di bawah pohon mahoni sesuai petunjuk almarhum di dalam mimpi. Satu jam aku wiridan, belum ada tanda-tanda Jin Aljabir keluar. Dua jam, belum juga, namun jam ke tiga, barulah tanda-tanda itu terlihat. Petir bergelegar dan hujanpun deras turun. Kilat sambar menyambar dan gemuruh guntur pun terus menggeliat di atas kepalaku.

 

Kurang lebih pukul 03.00 diihari, bayangan hitam besar maujud di depan mataku. Di dalam samar, aku mendengar suara kaki raksasa melangkah. Itulah langkah kaki Aljabir, piaraan suamiku yang ternyata masih permukim di rumah yang telah disita negara tu. Aljabir lalu duduk di depanku. Duduknya tu masih begitu tinggi, setara dengan ujung pohon mahoni.

 

“Kau kemana perginya selama ini? Mengapa aku dibiarkan sendiri, tanpa ada yang memberiku makan di sini?” Kata Aljabir, bersuara lantang, bariton, mirip sekali dengan suara suamiku yang bernada ngebas.

 

“Kami terusir dari sini karena Mas Faisal menghadapi masalah hukum. Kami mengontrak di rumah sempit dan tolonglah, kau ikut aku pagi ini, tinggal bersamaku di rumah kontrakan di Tanah Kusir,” pintaku.

 

Alhamdulillah, Jin Aljabir langsung mengangguk dan pagi itu juga dia ikuti pulang ke Tanah Kusir secara gaib. Aku kembali kenaiki motor Parman dan jin itu berlari mengikuti dari belakang. Aku dapat melihat sosok dia dan orang lain, termasuk Parman, tak mengetahui keberadaan makhluk halus tersebut.

 

Sesampainya di rumah, aku menceritaan kehadiran Aljabir itu dan aku meminta anakku selalu berzikir dan wirid untuk makanan piaraan suamiku itu. Lain dari itu, aku meminta kepada semua anakku agar merahasiakan keberadaan jin itu dan tidak boleh membocorkan keberadaannya kepada siapapun, termasuk kepada Parman, tukang ojek langganan kami.

 

Syahdan, setelah hadirnya Aljabir, maka usaha rumah makanku makin meningkat. Dari hari ke hari orang yang makan semakin banyak dan omzet pun semakin besar. Lama ke lamaan, rumah makan kecil ku ini tidak dapat menampung lagi dan aku pun membuk usaha sejenis tak jauh dari situ. Usaha baru ini pun laku kerasa dan semua orang rasanya hanya mau makan di warungku.

 

Sejak itu, aku terus membuka warung baru dan hingga tahun 2012 ini, warung warteg ku sudah berjumlah 145 warung dan menyebar di seluruh Jakarta. Semua warungku laku keras dan makanan yang aku sajikan, karena campur tangan Jin Aljabir, maka menjadi enak, gurih dan disenangi banyak orang. Belakangan aku membuat restoran cepat saji di 10 titik dan semuanya laku keras. Restoranku itu ramai dan aku telah melibatkan ribuan tenaga kerja di seluruh Jakarta.

 

Kehadiran Jin Aljabir, telah merubah semuanya. Empat anakku kembali sekolah dan semuanya telah meninggalkan pekerjaan mereka masing-masing yang melelahkan. Kami membeli rumah baru dan kendaraan yang layak untuk jalan-jalan di saat liburan.

 

Persahabatanku dengan Aljabir terus berlangsung dan almarhum berpesan, agar kami tetap tidak lupa memberinya makan, wiridan dan zikir kepada Allah Azza Wajalla, yang menciptakan jin dan manusia, yang hidup berdampingan secara bersinergi baik. Aljabir terus kami beri makan dan bukan kami yang memberi, tapi juga ratusan anak yatim dan orang-orang miskin dalam binaan kami. Yatim dan orang duafa yang kami santuni secara rutin pada setiap bulan. Terima kasih Ya Alat Ya Tuhanku, terima kasih Aljabir yang baik. (Seperti diceritakan Nyonya Faizal A kepada penulis). Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: Ke Alam Gaib Gunung Lawu

adminbomoh

Layanan Kyai Pamungkas: SELAMAT DARI BENCANA DAN KETEMU JODOH ORANG SUKSES

KyaiPamungkas

Solusi Kyai Pamungkas: RITUAL ILMU ANTI SELINGKUH

KyaiPamungkas
error: Content is protected !!