Kisah Kyai Pamungkas: BERISTRI JIN MUSLIMAH
KARENA KESALEHAN DAN KEBAIKAN HATINYA, SEORANG PUTRI PEMBESAR ALAM JIN PUN JATUH CINTA KEPADA SI PEMUDA. BERKAT KESAKTIAN SANG PEMBESAR JIN YANG BERNAMA SYEKH GOZWAN, MAKA, PUTRINYA BISA MENJELMA MENJADI MANUSIA. NAMUN, HAL INI HANYA BERLAKU SELAMA LIMA TAHUN. APA YANG KEMUDIAN TERJADI…?
ADALAH sesuatu yang wajar jika seorang pria jatuh cinta pada seorang wanita. Begitu juga sebaliknya. Dan amat wajar pula jika seorang wanita membutuhkan kasih sayang seorang pria.
Tuhan memang menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan, saling mengasihi dan saling mencintai, sesuai dengan syareat yang telah ditentukan agama. Tetapi cinta dan kasih sayang itu menjadi tak wajar jika yang dicintai bukan dari sesama manusia, melainkan makhluk dari bangsa jin. Apa jadinya? Website ini, sudah seringkali menulis cerita tentang seorang manusia yang kawin dengan bangsa jin. Cerita-cerita semacam ini selalu menimbulkan polemik berkepanjangan.
Sebagian besar ulama mengharamkan pernikahan manusia dengan bangsa jin, tetapi ada juga sebagian ulama yang membolehkan pernikahan itu asal seiman dan seagama. Tentu saja pertentangan kedua pendapat ini dengan perspektif bahwa perkawinan antara manusia.
Sementara, pada umumnya banyak orang yang menganggap hal ini sebagai sesuatu yang amat naif dan mustahil. Ya, bagaimana mungkin dua makhluk dari alam berbeda, dengan proses penciptaan yang berbeda pula bisa menyatu dalam sebuah hubungan perkawinan?
Lepas dari kontroversi tersebut, beberapa waktu lalu penulis mendapatkan sebuah kesaksian yang amat menarik, yakni tentang seorang pria yang mengaku memang pernah menikahi seorang wanita dari bangsa jin. Pria itu bernama Ahmad Suyuti, warga sebuah desa di Cianjur, Jawa Barat.
Di lingkungan tempat tinggalnya, Ahmad Suyuti dikenal sebagai pemuda yang taat beribadah. Walau pekerjaannya hanya sebagai petani, dia disegani dan dihormati. Bukan semata-mata karena kesalehan dan keluasan ilmu-ilmu agamanya, tapi dia juga terkenal sebagai sosok yang banyak mengerti tentang ilmu gaib dan rahasia alam gaib itu sendiri.
Ahmad Suyuti juga dikenal sebagai seorang yang selalu menyempatkan diri untuk sholat berjamaah. Yang namanya shalat Subuh, dia selalu tak ketinggalan untuk berjamaah, walau jarak dari rumahnya ke masjid agak jauh. Kata warga yang tinggal di kampung itu, Ahmad Suyuti tak pernah ketinggalan sholat berjamaah.
Bagaimana sampai Ahmad Suyuti bisa menikah dengan seorang wanita dari bangsa jin? Berikut ini kisahnya…
Subuh itu, sekitar pukul 04.00, Ahmad telah siap dengan kain sarung dan baju kokonya. Dengan mengendarai sepeda ontelnya dia pergi ke masjid yang jaraknya kurang lebih 2 Km.
Sepanjang perjalanan, selain rumah penduduk yang masing jarang, kadang dia juga melewati persawahan maupun perkebunan. Di saat melewati sebuah perkebunan yang sepi, dari arah depan tiba-tiba dia melihat seorang wanita berkerudng putih sedang berjalan dengan membawa mukena dan sajadah di tangannya.
Dilihat dari cara berpakaian, Ahmad menduga wanita itu hendak ke masjid, sama seperti dirinya. Saat itu dalam hati Ahmad, timbul perasaan aneh. Dia ingat benar, di daerahnya amat jarang, bahkan hampir dipastikan tidak ada wanita yang sholat berjamaah di masjid. Apalagi di subuh buta seperti Ini.
Ketika sepeda yang dikendarainya mendekati gadis tersebut, Ahmad memberanikan diri menyapanya, “Assalammu’alaikum, mau ke masjid, Neng?”
Gadis itu menjawab salam Ahmad sambil tersenyum manis. “Betul, Kang!” Suaranya terdengar amat merdu.
Saat itulah, dengan dibantu cahaya bulan purnama yang masih bertengger di langit, Ahmad dengan jelas melihat paras gadis itu. Wajahnya cantik, putih bersih, matanya yang indah dihiasi alis yang tebal bak semut beriring.
Ahmad begitu takjub dan terpesona melihat keelokan paras gadis itu. Rasanya, dia baru pertama kali ini melihatnya.
“Neng, kalau tak keberatan kita bareng saja ke masjid, saya juga akan sholat Subuh!” Ahmad coba menawarkan jasanya.
Gadis itu menjawab, “Terima kasih, tapi saya tidak merepotkan Akang, kan?”
“Ah, tentu saja tidak, Neng!”
Dengan hati-hati gadis itu ikut membonceng di sepeda Ahmad. Sepanjang perjalanan menuju ke masjid, Ahmad mencoba terus berbincang dengan gadis itu.
“Neng, kalau boleh tahu namanya siapa? Kayaknya baru pertama kali ini Akang melihatmu. Orang baru di desa ini, ya?”
“Saya Nur Komalasari. Saya asli penduduk sini. Mungkin Akang belum pernah lihat saya sebelumnya,” jawab si gadis.“Nanti di pertigaan kita belok kanan saja!” Lanjutnya.
Setahu Ahmad, jalan ke masjid seharusnya belok ke kiri bukan ke arah kanan. Lantas, mengapa gadis itu mengajaknya belok ke kanan?
Ahmad Suyuti sebenarnya ingin menolak. Tapi entahlah, bagaikan terhipnotis dia menuruti saja kata-kata si gadis itu. Sesuatu yang di luar nalar kemudian terjadi. Ketika melewati jalan itu, Ahmad banyak mengalami keanehan dan keganjilan. Di jalan itu banyak sekali berdiri rumah mewah, yang di depan terasnya rata-rata memasang lampu hias yang cukup terang benderang.
Ahmad merasa aneh dengan rumah-rumah mewah itu, sebab setahunya di kampung tempat tinggalnya tak ada rumah mewah seperti itu. Dia memang seperti memasuki sebuah komplek perumahan mewah yang di kampungnya tak mungkin ada.
Belum hilang rasa heran dan takjubnya, dari arah depan dia melihat sebuah masjid yang besar dan amat indah. Ahmad semakin terheran-heran begitu melihat keberadaan masjid itu. Batinnya berkecamuk hebat, “Di kampung ini hanya ada satu masjid tempat aku biasa melakukan sholat. Tetapi mengapa tiba-tiba ada masjid lain yang lebih besar dan indah. Kapan dibangunnya?”
Ketika kecamuk batin itu belum terjawab, dia dikejutkan oleh suara Nur Komalasari, “Kang, kok seperti orang bingung. Ayo kita berwudhu dan segera masuk ke masjid!”
“O, i… iya, Neng!” Jawabnya, tergagap.
Ahmad segera berwudhu, lantas memasuki masjid. Ketika masuk ke bagian dalam masjid dia pun semakin bertambah heran. Betapa tidak, bagian dalam masjid itu begitu indah. Ornamennya seperti corak masjid model timur tengah.
Di kesempatan lain, Ahmad pun sempat menengok ke arah barisan jamaah wanita. Aneh sekali, di sana sudah banyak wanita yang sedang duduk mengaji. Dia pun segera melangkahkan kakinya ke shaf depan tempat pria shalat.
Setelah shalat Subuh berjamaah, Ahmad membaca dzikir dan wiridan. Setelah itu, dia berdoa dan segera keluar dari masjid. Beberapa saat lamanya dia berdiri di pekarangan depan masjid sambil menunggu Nur Komalasari, sementara batinnya kembali berkecamuk.
“Apakah aku sedang bermimipi? Kenapa di waktu Subuh ini banyak sekali pemandangan menakjubkan yang kulihat. Di antaranya, jamaah pria tak satupun yang kukenal. Dan yang lebih aneh, mereka memakai baju yang sama berwarna putih. Mengapa pula semua pria di masjid ini rata-rata berjengot panjang? Mengapa juga banyak sekali jemaah perempuan? Ah, sepertinya aku tak sholat di masjid yang ada di kampungku. Lantas, di manakah aku sebenarnya?”
Selagi Ahmad dilanda kecamuk batin seperti itu, tiba Nur datang dan menghampirinya.
“Akang sudah lama menunggu saya, ya? Terima kasih, atas tumpangannya. Saya pulang jalan kaki saja. Itu rumah saya sudah dekat. Tadi saya menginap di rumah teman karena ada urusan. Oya, kalau Akang berkenan besok kita bisa jumpa lagi di sini, ba’da Subuh. Dan ingat ya Kang, jangan ceritakan hal ini kepada siapapun!” Tutur Nur Komalasari dengan suara merdunya.
Ahmad hanya bisa mengangguk. Dia juga hanya bisa melihat gadis itu meninggalkan dirinya dengan berjalan kaki, sampai si gadis memasuki salah satu rumah mewah yang berderet-deret memanjang itu.
Sebelum memasuki rumahnya, si gadis masih sempat melemparkan senyum manisnya kepada Ahmad. Ah, senyum itu sangat indah dan begitu berkesan di hati Ahmad.
Ahmad yang selama ini belum pernah naksir pada seorang gadis, kala itu mulai merasakan ada perasaan suka pada diri si gadis yang baginya tak hanya cantik dan salihah, namun sekaligus juga misterius.
Sejak peristiwa Subuh itu, setiap kali hendak berangkat sholat berjamaah di masjid yang ada di kampungnya, Ahmad selalu berjumpa dengan Nur Komalasari. Anehnya, pertemuan itu selalu terjadi di tempat yang sama, di dekat perkebunan yang sepi. Setelah bertemu, mereka pun bersama-sama pergi ke masjid yang indah dan besar yang bagi Ahmad sangat asing.
Pertemuan Subuh buta itu terus berlanjut, hingga tanpa terasa perjumpaan itu rupanya telah membekas di hati. Bukan hanya di hati Ahmad, tapi rupanya juga dihati Nur Komalasari.
Ringkasnya, mereka saling jatuh cinta. Bagi Ahmad, Nur adalah segalanya. Di kampungnya, pasti tak ada seorang gadis pun yang sanggup menandingi kecantikan Nur. Belum lagi kalau bicara mengenai kasalehan dan sikapnya yang penuh santun itu.
Sekian lama mereka bertemu, akhirnya timbul keinginan Ahmad untuk menjadikan Nur sebagai isterinya. Namun sejauh itu, Ahmad belum menyadari bahwa kekasihnya itu adalah bukan dari golongan manusia, tapi dari bangsa Jin muslimah.
Di pihak lain, Nur juga sangat mencintai Ahmad, Dia memang bukan hanya tampan dan saleh, tetapi akhlaknya sungguh mulia. Hal ini membuat Nur tambah suka padanya.
Suatu ketika, seperti biasa, sehabis sholat Subuh mereka berdua berbincang-bincang. Namun kali ini pembicaraan Ahmad menjurus pada hal yang serius. Intinya, dari pembicaraan tersebut Ahmad mengutarakan keinginannya untuk segera melamar Nur ke orangtuanya, dan kalau bisa secepatnya mereka menikah.
Nur merasa amat senang dengan apa yang diucapkan Ahmad. Namun diam-diam dia juga merasa bingung. Apakah pernikahan itu bisa terjadi? Apakah kedua orangtuanya akan menyetujui rencana tersebut?
Memikirkan hal tersebut, Nur terdiam seribu bahasa. Karena merasa tak sabar Ahmad pun menegurnya, “Nur, kenapa kamu diam? Apa tak senang dengan niatku ini?”
Nur menjawab, “Bukan begitu, Kang! Saya sangat senang dan bahagia dengan niatmu itu. Tapi saya akan membicarakan hal ini kepada orangtua saya. Setelah itu saya akan mengabarkannya kepada Akang.”
Sesuai dengan janjinya, Nur menceritakan hubungannya dengan seorang pemuda dari bangsa manusia yang bernama Ahmad Suyuti kepada orang tuanya.
Ayah Nur adalah seorang tua dengan jengot lebat di dagunya dan sorban putih di kepalanya. Mendengar cerita putrinya, sang ayah berkata dengan bijak.
“Anakku Nur, apakah yang kau ceritakan itu benar dan apakah keinginanmu itu telah diperhitungakan masak-masak? Apakah kau tak sadar, kau telah menyalahi aturan, Kau bukan manusia, kau dari bangsa jin!”
“Maafkanlah Ananda, Ayah. Bukannya Nur ingin menyalahi aturan. Namun bagi Nur, Ahmad begitu baik ahlaknya. Bagi Nur dia adalah segalanya. Ayahanda, bukanlah ayahanda banyak ilmu dan kesaktian? Ananda yakin, ayah mampu menjadikan Nur menjadi seorang manusia utuh.”
Nur terus coba membujuk ayahnya, agar mau menyetujui pernikahannya dengan Ahmad dan bisa merubah dirinya menjadi manusia. Karena terus dibujuk dan dirayu anaknya, maka pimpinan bangsa jin yang bernama Syekh Gozwan itu pun menyanggupi permintaan anaknya tersebut, Namun, Syekh Gozwan membuat persyaratan bagi anaknya, yakni pernikahan itu harus malam hari dan dilakukan di rumah kediamanan mereka serta cukup dihadiri kedua orang tua mereka saja.
Selain itu, Syekh Gozwan menambahkan bahwa usia perkawinan mereka nantinya hanya bertahan selama lima tahun, karena itu adalah batas kemampuan ilmunya untuk merubah wujud Nur menjadi manusia.
Singkat cerita, mereka melangsungkan pernikahan secara Islami. Sesuai dengan pesan Syekh Gozwan, pernikahan itu hanya dihadiri kedua orang tua kedua mempelai. Walau begitu, mereka cukup bahagia. Dan yang terpenting cita-cita untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawa’dah wa’rahmah terwujud sudah.
Bulan demi bulan, mahligai perkawinan telah mereka lalui. Kehidupan Ahmad semakin baik. Sekarang dia bukan lagi seorang petani miskin, tapi menjadi pedagang beras dan sembako yang cukup besar. Mungkin, kemajuan yang relatif cepat ini karena faktor isterinya, atau memang karena kegigihannya dalam berusaha dan bekerja. Tapi yang pasti, keadaan ekonomi Ahmad semakin membaik.
Kebahagiaan mereka bertambah sempurna ketika keluarga muda ini dikaruniai seorang putera. Hingga di tahun keempat, rumah tangga mereka kembali dikaruniai seorang puteri. Kini, semakin lengkaplah kebahagiaan mereka.
Waktu terus bergulir, tak terasa, usia perkawinan mereka pun memasuki tahun kelima. Saat itulah Nur teringat akan ucapan ayahnya dulu bahwa usia perkawinan mereka hanya mampu bertahan selama lima tahun.
Hal inilah yang membuat takut di hati Nur. Dia amat takut kehilangan suaminya, juga takut
kehilangan anak-anaknya. Ya, dia begitu takut kehilangan kebahagiaan yang telah mereka susun sedemikian rupa. Dia juga resah sebab Ahmad, suaminya, pasti akan tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Ya, dirinya memang bukan manusia asli. Hanya berkat kesaktian dan ilmu yang dipunyai ayahnya dia mampu mengubah wujud halusnya ke wujud kasar selayaknya manusia. Namun ilmu itu tetap ada batasnya, yaitu hanya bertahan selama lima tahun.
Malam itu, ketika mereka berdua hendak merebahkan tubuh di atas pembaringan, Nur berkata kepada suaminya, “Akang, saya mohon maaf jika selama ini saya punya salah kepada Akang. Saya juga berpesan, tolong jaga anakanak kita. Dan ajarilah mereka dengan akhlak yang mulia!”
Ahmad tersenyum dan mengira isterinya hanya sekadar bercanda. “Isteriku, kamu ngomong apaan sih. Seperti orang yang mau meninggal saja!”
“Akang, saya tidak bercanda. Perlu akang ketahui saya sebenarnya bukan manusia seperti Akang”
Ahmad tersentak kaget. Dengan berlinang air mata Nur kemudian menceritakan panjang lebar siapa dirinya sesungguhnya. Dia menceritakan masa-masa awal pertemuan mereka dulu. Dia juga membuka rahasia bahwa Ahmad bisa memasuki kampung jin muslim dan shalat di masjid jin muslim karena bantuan ilmunya.
Nur juga mengaku bersimpatik kepada Ahmad, karena dia berbeda dengan pemuda kebanyakan selain itu, juga merupakan sebuah kebanggaan bagi para jin jika mampu menikahi seorang rnanusia, terutama yang shaleh akhlaknya. Nur juga menjelaskan bahwa dia hanya mampu bertahan sebagai manusia selama lima tahun saja. Setelah itu, dia akan kembali ke wujud semula yaitu sebagai makhluk yang tak kasat mata. Walau begitu, pada malam-malam tertentu dia masih bisa kumpul kembali dengan keluarganya.
“Itulah kenyataan hidup saya, Kang! Maafkanlah saya, sebab selama ini telah membohongi dirimu. Itu karena aku sangat mencintaimu, Kang!” Kata Nur disela sedu sedan tangisnya.
Ahmad terdiam. Dia tak kuasa untuk berkata apapun karena begitu sedih mendengar penuturan isterinya. Tak terasa menetes air mata di pipinya. Dia sangat mencintai Nur. Begitupula dengan Nur. Akhirnya, mereka pun saling bertangisan.
“Maafkanlah aku Kang, sebab aku tak menceritakan hal ini sejak awal!” Bisik Nur.
Ketika mereka sedang bertangisan, tiba-tiba dari pintu depan terdengar suara pintu seperti ada yang mengetuk-ngetuk. Nur tahu, itu pasti kedua orangtuanya yang hendak menjemput dirinya. Nur segera mencium suaminya dan memeluknya dengan erat seakan tak ingin berpisah.
Setelah melepaskan pelukan itu, Nur mendekati kedua putera-puterinya yang masih tertidur lelap. Dia mencium anak-anaknya sambil menangis.
Sementara, di ruang tamu telah duduk dua orangtua berusia lanjut yang masing-masing berbusana putih-putih. Mereka adalah kedua orangtua Nur yang hendak menjemput.
Tak lama kemudia, Nur keluar dari kamarnya diikuti oleh Ahmad. Setelah bersalaman, Syekh Gozwan menasihati Ahmad agar sabar dengan keadaan yang harus dijalaninya. Ahmad hanya bisa menangis.
Ketika mereka bertiga keluar dari rumah, Ahmad hanya bisa memandangi dari kejauhan. Lama kelamaan bayangan mereka menghilang ditelan kegelapan malam…
Begitulah kisah nyata yang dialami Ahmad Suyuti. Sejak isterinya kembali pulang ke alam Jin, Ahmad pun hanya ditemani oleh kedua anaknya. Walau begitu, tiap malam Jum’at Legi atau malam Jum’at Kliwon, isterinya selalu datang untuk menemani dan juga menjumpai anak-anaknya. Dan karena itulah Ahmad memutuskan untuk tidak pernah menikah lagi.
Cerita ini sepertinya memang amat mustahil. Namun, semua apapun bisa terjadi atas kehendak-Nya. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.
Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)
NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)
NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)
WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)
NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)
ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)