Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: ADIKKU DIGONDOL DEDEMIT BUKIT LAWANG

Kisah Kyai Pamungkas: ADIKKU DIGONDOL DEDEMIT BUKIT LAWANG

Niat seorang anak kecil untuk melihat objek wisata orangutan dapat dikabulkan oleh makhluk halus. Karenanya dia menghilang sampai beberapa waktu…

 

peristiwa ini terjadi 10 tahun yang lalu, saat keluarga kami rekreasi di objek wisata Bukit Lawang. Saat itu adikku Ali, masih berumur lima tahun. Sudah menjadi kebiasaan keluarga kami apabila sehabis lebaran selalu refresing mengunjungi obyek wisata an yang ada di kota Medan. Jika lebaran lalu kami menginap di Parapat, tahun ini kami akan menikmati keindahan objek wisata Bukit Lawang yang terkenal dengan pusat rehabilitasi orangutannya.

 

Kami berangkat dari rumah pagi hari dengan menaiki mobil pariwisata yang disewa. Maklumlah yang pergi kali ini tidak hanya Wetan keluarga kami tapi juga Saudara sepupu mamaku. Terhitung ada sekitar delapan keluarga yang ikut dan masing-masing membawa anaknya. Ketika mobil yang baru kami naiki berjalan, dari sekian banyak anak-anak hanya adikku Ali yang membaca doa naik kendaraan. Dengan suara keras dan lantang. Maklumlah, saat itu Ali masih duduk di TK Islam dan dia sangat hafal doa-doa. Sementara kami yang orang dewasa, tidak ada yang membaca doa tersebut, paling juga hanya membaca Bismillah.

 

Setelah selesai membaca doa naik kendaraan itu, Ali lalu berjalan ke arah bangku yang ada di belakangku.

 

“Kak, kalau nanti di Bukit Lawang, Ali kepengen melihat rumah orangutan. Nanti kak Ita bawa Ali ya!”

 

“Ah, anak kecil tidak boleh melihat orangutan. Karena tempatnya jauh sekali. Kakak aja belum pernah kesana,” kataku.

 

Memang, walaupun sering ke Bukit Lawang, aku belum pernah ke tempat penangkaran orangutan tersebut. Karena lokasinya sangat jauh di tengah hutan dan perjalanan ke sana pun sangat sulit.

 

“Ali, kau tak boleh ke sana, nanti kau dijadikan anak orangutan, wajahmu pun bisa jadi monyet,” tiba-tiba Om Heru, adik mama nyeletuk pembicaraan kami sambil tersenyum.

 

Setelah menempuh perjalanan selama 4 jam, mobil yang kami naiki memasuki areal objek wisata. Setiap keluarga masing-masing turun dan membawa bekal makanan. Sedangkan aku ditugasi menjaga anak-anak kecil.

 

Kami lalu mencari tempat yang nyaman untuk menggelar tikar dan istirahat. Memang, lokasi yang dipilih agak ke hulu Sungai. Selain tempat tersebut tidak terlalu ramai orang lalu lalang, air sungai yang mengalir juga masih bersih tidak tercemar oleh air buangan hotel terapung yang berjejer di sepanjang hilir sungai.

 

Para ibu sibuk menyiapkan bekal makan siang. Sementara itu anak-anak kecil sepupuku sudah tak sabar ingin segera menikmati kesegaran air sungai.

 

“Hei Ita, anak kecil jangan ada yang turun ke sungai untuk mandi. Ini masih tengah hari. Biar makan siang dulu!” teriak mamaku,

 

“Iya, Ma!” ujarku sambil menggiring Ari sepupuku yang paling nakal. Saat itu Ari sudah bermain air dan membiarkan bajunya basah.

 

“Ita, si Ali mana? Jangan biarkan dia sendirian, nanti hilang!” kata bapakku dari pinggir sungai.

 

Sudah menjadi kebiasaan Ali apabila dia tertarik pada suatu hal maka ia akan berhenti lama dan memperhatikan benda itu dari dekat. Dan bapakku pernah kehilangan Ali saat membawanya jalan-jalan ke kebun binatang.

 

“Iya, Ita akan menjaga Ali, lagipula itu Ali nya sedang duduk di bawah pohon,” ujarku sambil menunjuk tempat Ali duduk. Memang, dibandingkan saudara sepupu yang sebaya dengan Ali, adikku Ali termasuk anak yang pendiam dan tidak begitu nakal. Pembawaannya juga tenang seperti orang dewasa.

 

“Sudah kasih makan dulu adikmu itu, baru nanti bawa mandi ke sungai,” kata bapakku sambil berjalan mengambil makanan.

 

Lalu kami semua makan siang bersama-sama. Saat makan itu Ali disuapi mama. Soalnya Ali bila makan sendiri lamban sekali.

 

Selesai makan aku segera menggiring tiga orang sepupuku mandi di sungai. Sementara itu sepupu yang lain masing-masing dijaga orangtuanya. Kira-kira setengah jam kemudian mamaku turun ke sungai dan menanyakan Ali.

 

“Ita, Ali tadi mana, kok tidak nampak mandi di sini?” tanya mamaku.

 

“Ita nggak tahu, tadikan Ali masih makan sama mama,” jawabku.

 

“Iya, dia hanya sebentar makan, udah itu ikut mengejarmu ke sungai,” kata bapakku.

 

“Ah, nggak kok. Ita aja hanya memegang Ari, Ayu dan Dilla ke sungai selebihnya mandi sendiri. Coba bapak tengok di sana,” jawabku sambil menunjuk ke tempat gerombolan anak-anak kecil lain.

 

Bapakku segera bergerak mencari Ali. Setelah itu kulihat bapak naik ke atas, ke tikar tempat pakaian dan makanan kami. Kulihat bapak bercakap-cakap di Sana. Sejurus kemudian bapak kembali lagi ke sungai dan memanggil mamaku yang sedang berendam di sungai.

 

“Ali tidak ada di sungai, kucari di tikar juga tidak ada,” kata bapakku.

 

“Sebaiknya anak-anak yang mandi disuruh naik dulu. Jadi kita mudah mencari Ali,” kata Om Heru sambil menarik sepupuku yang sedang mandi ke atas.

 

Lalu anak-anak kecil itu dikumpulkan menjadi satu dan dijaga oleh Tante Iyun, adiknya mama. Sementara itu kami berpencar mencari Ali. Aku disuruh menyisir sepanjang sungai. Mama, bapak serta adik-adiknya mama masing-masing mencari. Sedangkan Abangku Syamsul ia memilih menyelam mencari ke dasar sungai.

 

Setengah jam kemudian kami berkumpul lagi. Ah, pencarian yang sia-sia. Setiap orang tidak menemukan Ali. Di tengah keputusasaan tersebut ada seorang pengunjung menyarankan kami ke tempat pawang sungai Bukit Lawang tersebut, dah menanyakan padanya tentang keberadaan Ali. Aku dan bapak segera menemui pawang sungai itu.

 

“Pak, tolonglah bapak lihatkan keberadaan anak saya. Tadi kami melihat dia bersama kakaknya turun ke sungai. Sementara kakaknya mengatakan dia tidak membawa adiknya Ali,” kata bapakku.

 

“Tolong juga bapak lihatkan apakah dia hanyut di sungai?”

 

Tak berapa lama sang pawang tersebut terpekur sambil memainkan ujung jarinya seperti orang yang sedang bertasbih.

 

“Dia tidak hanyut dan tidak hilang. Saat ini dia sedang melihat orangutan. Kalau bisa orang yang dekat dengan anak tersebut sholat dua rakaat dikhususkan buat dia. Insya Allah anak itu akan nampak,” kata sang pawang setelah itu.

 

“Satu lagi, setelah sholat cari dia ke arah hulu sungai. Dan bila melihatnya dari bawah lutut, posisinya seperti orang menungging,” jelas pawang tersebut panjang lebar.

 

Setelah itu nenek, bapak, mama serta saudara yang lain melaksanakan sholat di musholla kecil yang ada di Bukit Lawang. Selesai sholat kami mencari lagi dan melaksanakan perintah pawang tersebut. Tujuan kami mencari Ali hanya ke hulu sungai. Kami terus berjalan hingga perbatasan asal mula air mengalir. Namun kami belum juga menemukan Ali. Aku sudah kelelahan tanpa sadar aku berjalan ke arah rimbunan pohon bambu. Maksudku ingin istirahat di bawahnya.

 

Iseng-iseng aku menungging dan melihat dari bawah lutut ke arah pohon bambu tersebut. Astaghfirullah, aku melihat Ali sedang duduk sendirian di bawah pohon bambu itu, tapi posisi duduknya membelakangiku. Segera aku memanggilnya. Awalnya Ali hanya diam saja dan memperhatikanku. Pandangan matanya kosong dan dia tidak bereaksi apa-apa. Segera aku memanggil bapak dan saudara-saudara yang lain. Lalu Ali dibawa ke tikar tempat saudara yang lain berkumpul.

 

Nenekku mengambil segelas air putih dan membacakan ayat kursi. Air tersebut diusapkan ke wajah Ali dan diberi minum padanya. Sesaat kemudian Ali seperti tersadar, iapun menangis. Kami lalu menanyakan kemana saja dia pergi.

 

Dari penuturan Ali, saat dia duduk sendirian, ada abang-abang dan teman sekolah TK-nya yang bernama Pandi. Dia mengajak Ali pergi melihat orangutan. Ali dipanggul di atas pundak abang tersebut, dan dibawa ke atas hutan. Di atas, tempat pusat rehabilitasi orangutan, ia melihat ada petugas yang sedang memberi makan pada induk orangutan dan satu anaknya.

 

Setelah puas melihat orangutan, Ali lalu dibawa turun dan ditinggalkan duduk sendirian di bawah pohon bambu hingga akhirnya kami menemukannya. Ali juga menceritakan secara detail jalan setapak menuju ke atas, jembatan goyang hingga warna pakaian yang dipakai petugas saat itu.

 

Karena penasaran dengan cerita Ali, abangku Syamsul membuktikannya. Dia lalu pergi ke atas dan apa yang diceritakan Ali benar adanya, dari jumlah orangutan dan warna pakaian petugas. Namun perjalanan yang ditempuh bang Syamsul untuk pulang pergi melihat orangutan tersebut memakan waktu selama 3 jam. Sementara Ali hanya satu jam hilang. Dan mengenai temannya Pandi, bapakku menelepon ke rumah Pandi, ternyata Pandi ada di rumah dan tidak ke Bukit Lawang.

 

Ternyata Ali dibawa makhluk halus yang ada di Bukit Lawang untuk melihat orangutan, Makhluk halus tersebut menyerupai Pandi, teman dekat Ali di TK, dan orang dewasa yang memanggul Ali. Untunglah orang halus tersebut berbaik hati memulangkan adikku Ali, tanpa kurang sesuatu apapun.

 

Sejak peristiwa itu keluargaku tidak pernah menginjakkan kaki lagi di Bukit Lawang. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

SEGITIGA CINTA BERSELIMUT MISTERI

adminbomoh

Kisah Kyai Pamungkas: MAKAM KERAMAT RADEN KUNING

adminbomoh

Kisah Kyai Pamungkas: Brerong Si Tuyul Bali

adminbomoh
error: Content is protected !!