Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: SANTRI DARI PESANTREN GAIB

Kisah Kyai Pamungkas: SANTRI DARI PESANTREN GAIB

SEORANG PRIA MENYEBUT DIRINYA MESANTREN DI PESANTREN GAIB TELAGA MANGUNAN YANG DIPIMPIN OLEH KYAI JAGANEGARA. DI ALAM NYATA, PESANTREN GAIB TELAGA DITANDAI DENGAN SEBUAH TELAGA YANG ADA DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG, SEBELAH BARAT KOTA BATUR…

 

PERTISTIWA gaib bisa menimpa siapa saja. Tanpa direncanakan, tanpa pula dikehendaki. Dalam rangkaian peristiwa gaib tersebut, si pelaku bisa mendapatkan hidayah dari Allah, namun bisa pula terjebak dalam kesesatan hasil rekayasa makhluk halus dari bangsa jin atau lelembut lainnya. Yang pasti, dalam kedua peristiwa yang Saling bertolak belakang itu, si pelaku umumnya akan berubah jatidirinya. Dia menjadi seorang saleh dengan sejumlah keistimewaan, atau menjadi orang yang sesat dengan sejumlah kelebihan ilmu dan pengetahuan seputar dunia gaib/intinya, mereka akan memiliki sejumlah keunggulan bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak pernah mengalami sensasi tersebut.

 

Seorang pria asal Pemalang, Jawa Tengah, adalah sang pelaku yang beruntung mengalami peristiwa langka itu. Dia telah mengalami sensasi gaib yang amat musykil, namun nyata adanya. Sekian lama dia digembleng ilmu-ilmu agama di suatu tempat yang disebutnya sebagai Pesantren Gaib Telaga Mangunan. Disebut demikian, karena pesantren ini memang tidak akan pemah bisa terlihat dengan mata biasa. Santri-santri di pesantren ini juga bukan berasal dari bangsa manusia, melainkan dari sekumpulan bangsa Jin Muslim. Lantas, bagaimana kisahnya sampai si pria asal Pemalang itu bisa menjadi santri di sana?

 

Kisah yang amat memukau ini memang terjalin dari sebuah kenyataan hidup yang penuh dengan rahasia. Kehidupan pria asal Pemalang yang menyandang nama sederhana, Wulung, itu sejak masih dalam kandungan Ibunya memang diiringi oleh hal-hal yang sulit diterima nalar. Ketika si janin masih dalam kandungan Nyai Sri, sang Ibu, dia mengaku sering bermimpi didatangi oleh lelaki berjubah putih yang berpesan kepadanya agar dia hati-hati menjaga dan merawat anak sulungnya itu, Tanggal 24 Mei 1969, tengah malam, jabang bayi itu lahir. Anehnya, pas di malam kelahirannya ada seekor burung putih mulus yang bertengger di beranda rumah. Burung dari jenis elang Jawa itu seolah ingin menyaksikan si jabang bayi. Karena itulah Harsono, sang Bapak lalu memberi anak sulungnya itu dengan nama Wulung, yang dalam Bahasa Jawa berarti elang. Dengan nama ini, dia tentu berharap agar anaknya bisa selincah dan setangkas elang. Bayi Wulung memang tumbuh dengan sehat dan lincah. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Memasuki usia dua tahun, Wulung mulai sering sakit-sakitan. Penyakit yang aneh. Selepas Magrib, suhu tubuh si kecil Wulung mulai panas. Setelah itu dia akan menangis sepanjang malam. Tangisnya baru berhenti bila kokok ayam jantan terdengar membelah kesunyian subuh buta. Begitulah yang terjadi hampir setiap malam.

 

“Menurut cerita Ibu saya, katanya saya seperti ketakutan melihat sesuatu, Padahal, tak ada sesuatu pun di rumah kami,” kenang Wulung mengutip cerita Ibunya.

 

Manteri kesehatan, dokter, bahkan dukun dan kyai sudah didatangi oleh pasangan suami isteri Harsono dan Sri demi menyembuhkan sakit anaknya yang aneh itu. Namun, tak seorang pun di antara mereka yang bisa menyembuhkannya. Wulung tetap menjadi bayi yang gemar menangis di sepanjang malam, meski siang harinya sehat kembali. Tentu saja hal tni amat merisaukan karena ist rahat kedua orang tuanya jadi terganggu.

 

Suatu malam ketika Sri tengah menenangkan anaknya yang terus menangis, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya yang sederhana. Kebetulan, saat itu Harsono, suaminya, sedang tidak ada di rumah karena harus mengurusi hasil bumi dagangannya di desa tetangga.

 

Sambil menggendong si kecil, Sri melangkah untuk membukakan pintu. Semula, dia menduga mungkin suaminya yang datang. Namun, ketika pintu terbuka, Sri pun terpana heran. Yang datang bukan Harsono tapi seorang kakek berjubah putih, dengan janggut panjang yang seluruhnya juga berwarna putih.

 

“Kata Ibu saya kakek itu juga yang sering datang dalam mimpinya saat beliau masih mengandung saya. Dan yang paling penting, waktu itu si kakek berpesan agar saya dimandikan di pantai utara, kata si kakek, hanya dengan cara itu penyakit saya bisa disembuhkan,” papar Wulung mengenang cerita sang Ibu.

 

Esok harinya ketika sang suami pulang, Sri menceritakan kedatangan kakek misterius itu, terutama berkaitan dengan pesan agar segera memandikan Wulung di pantai utara, sebab hanya dengan cara itulah penyakit anaknya bisa sembuhkan. Meski setengah tidak percaya, namun akhirnya Harsono berupaya menjalankan nasehat itu. Bersama sang isteni, dia membawa si kecil Wulung ke pantai utara. Persisnya ke Pantai Selamaran, Pekalongan, yang terkenal dengan legenda Dewi Lanjarnya.

 

“Anehnya, sejak dimandikan di sana, penyakit saya memang sembuh. Bahkan, sejak saat itu saya tidak pernah sakit walau hanya sekadar demam,” tandas Wulung.

 

Waktu terus berlalu. Wulung pun tumbuh menyadi anak yang lincah dan cekatan, sesuai harapan sang Ayah, Memasuki usia 9 tahun, keanehan kembali terjadi. Wulung mulai tekun menjalankan puasa. Hampir setiap hari dia selalu puasa, Harsano dan Sri sering melarangnya karena takut pertumbuhan anaknya terganggu, Namun, Wulung sepertinya tidak peduli. Dia tetap saja menjalankan puasanya.

 

“Memasuki usia akil baliq, kebiasaan puasa saya lebih gila lagi. Di hari-hari yang dianggap keramat, misalnya saja menjelang 1 Suro, saya bisa puasa lepas selama 3 han 3 malam. Anehnya, saya tidak bisa menghentikan puasa meski saya sendiri berusaha untuk melakukannya,” kisah Wulung.

 

Dia menambahkan, suatu saat menjelang 1 Suro, dia sudah puasa lepas 3 hari 3 malam tidak makan dan minum. Karena merasa kondisi tubuhnya sudah lemah, Wulung berniat membatalkan puasanya. Namun, saat dia bermaksud membatalkan puasanya dengan minum segelas air putih, maka seketika itu pula muncul kekuatan yang melemparkan gelas berisi air putih itu hingga hancur berkeping-keping.

 

“Antara kesal, heran, dan penasaran, saya juga berupaya menyuapkan bubur beras yang disuguhkan Ibu saya. Namun, ketika tangan saya siap menyuapkan bubur itu ke mulut, tibatiba ada kekuatan yang menariknya. Meski saya paksa, tetap saja tidak bisa. Begitu juga ketika Ibu bermaksud menyuapi saya. Tangannya yang memegang sendok seperti ada yang menariknya. Saya masih ingat, waktu itu Ibu sangat ketakutan,” cerita Wulung panjang lebar.

 

Apa yang terjadii rupanya sang gaib menghendaki agar Wulung melanjutkan puasa lepasnya hingga 7 hari 7 malam. Selepas masa itu, keanehan tak lagi terjadi.

 

Mungkin karena kebiasaannya berpuasa, atau mungkin pula karena faktor lainnya, Wulung memang memiliki kecerdasan yang relatif lebih menonjol dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Dia yuga memiliki minat belajar yang tinggi. Sayangnya, dia terpaksa harus putus sekolah saat duduk di bangku kelas 2 PGA (Pendidikan Guru Agama), karena ayahnya yang pedagang rempah rempah dan hasil bumi itu mengalami kebangkrutan.

 

“Saya memilih berhenti sekolah karena harus membantu ayah mencari nafkah. Apalagi, waktu itu dua orang adik saya yang masih kecil juga membutuhkan biaya,” kenang Wulung pahit.

 

Drop out dari sekolah, Wulung bekerja sebagai karyawan sebuah koperasi simpan pinjam. Meski gajinya tak seberapa, namun yang penting dia bisa banyak belajar dan bisa membantu rneringankan perekonomian keluarga.

 

Tahun 1988 Wulung menyunting Leha, gadis di kampungnya. Dan pernikahannya , dengan Leha, dia mendapatkan dua orang putra, Dia menyebut, tahun tahun pertama rumah tangganya merupakan saat yang sulit. Baru setahun menikah, dirinya di PHK dari koperasi tempatnya bekerja. Untuk menghidupi keluarga, dia berusaha mengikuti jejak ayahnya berdagang rempah-rempah dan hasil bumi. Namun karena terlalu jujur, usahanya selalu merugi.

 

“Di tengah keadaan yang sangat sulit, saya mulai rajin tirakat. Sampat akhirnya saya diangkat sebagai santri gaib di Pesantren Gaib Telaga Mangunan,” kenang Wulung lagi.

 

Kisah pengangkatan dirinya sebagai santri gaib dimulai pada malam Jumat Kliwon di tahun 1991. Setelah siangnya melakukan puasa sunah, selepas Magrib Wulung berpesan pada isterinya agar jangan sekali-kali mengganggunya.

 

“Memangnya Mas mau ngapain?” Begitulah kira-kira pertanyaan Leha, yang merasa heran melihat suaminya, sebab bersikap tidak seperti biasanya.

 

“Entahlah, aku tidak tahu! Hanya mauku kamu tidak mengganggu. Apa pun yang terjadi, jangan buka pintu kamar tirakatku, sebelum aku memanggilmu!” Jawab Wulung. Dia sendiri tidak mengerti mengapa tiba-tiba berkeinginan seperti itu.

 

Setelah memberi pengertian pada isterinya, Wulung segera masuk ke dalam bilik pribadinya yang sederhana. Di dalam bilik itulah sebuah peristiwa revolusioner terjadi pada diri Wulung.

 

Tengah malam setelah usia Tahajjud, Wulung terkesiap demi melihat kemunculan asap putih di sudut kamarnya. Mulanya hanya tipis, namun lama kelamaan, asap putih kian banyak dan tebal. Ajaibnya, asap itu kemudian menjelma menjadi sosok kakek berjubah putih, dengan janggut panjang yang juga telah memutih.

 

Melihat keajaiban ini, tubuh Wulung menggigil bagai terkena serangan demam mendadak. Dia ingin bertanya, siapa gerangan kakek itu? Namun, mulutnya bagaikan terkunci. Sampai akhirnya, si kakek berkata dengan suara tenang berwibawa, “Kau tidak perlu takut, Cucuku! Sekarang, berikan tangan kananmu padaku!”

 

Bagai terhipnotis, Wulung menjulurkan tangan kanannya. Si kakek memegangnya. Wulung merasakan genggaman tangan si kakek yang memegang telapak tangannya itu.

 

“Cucuku, pejamkan matamu. Ingat, jangan kau buka sebelum aku menyuruhnya!” Pinta si kakek.

 

Wulung menurutinya. Anehnya, tak lama setelah itu dia merasakan tubuhnya terangkat ke udara. Bahkan kemudian terbang meninggalkan kamarnya, menembus cakrawala malam yang gelap.

 

“Perjalanan itu rasanya begitu singkat. Anehnya, ketika si kakek menyuruh saya membuka mata, saat itu kami telah tiba di sebuah masjid yang amat indah. Di sana, saya melihat banyak sekali orang yang semuanya lelaki. Mereka seluruhnya mengenakan jubah dan sorban warna putih,” cerita Wulung.

 

Akhirnya, dia tahu bahwa dirinya telah tiba di Pesantren Gaib Telaga Mangunan. Dia juga tahu kalau ternyata si kakek berjubah putih yang menjemputnya adalah Kyai Jaganegara, penguasa pesantren gaib itu. Sang Kyai menyebutkan bahwa dialah sesungguhnya yang menjaga Wulung sejak masih dalam kandungan, dan memberikan nasihat kepada Ibunda Wulung agar memandikan bayinya ke pantai utara demi kesembuhan penyakitnya. Kebaikan sang Kyai dari alam gaib ini rupanya ada hubungannya dengan dua orang leluhur Wulung yang memang terkenal berilmu tinggi dan sangat alim. Mereka adalah Mbah Hanafi dan Ki Buyut Sanusi.

 

Aktivitas apa yang dilakukan Wulung selama berada di Pesantren Gaib Telaga Mangunan?

 

“Beberapa orang santri kepercayaan Mbah Kyai Jaganegara mengajari saya secara bergantian. Ada yang mengajarkan ilmu Fiqih, Nahwu, Mantik, dan ilmu-ilmu lainnya. Mbah Kyai Jaganegara sendiri secara khusus mengajari saya bagaimana cara mengaji Qur’an yang baik dan benar,” cerita Wulung.

 

Menurutnya, semua pelajaran itu sepertinya diberikan dalam waktu yang relatif singkat, namun amat membekas, Yang tak kalah aneh, di alam nyata suatu keajaiban telah terjadi.

 

Leha risau melihat suaminya selama tiga hari tiga malam terus mengaji tanpa henti. Karena itulah dia akhirnya memanggil ayah dan ibu mertuanya, juga keluarga yang lain. Semuanya bingung menyaksikan keanehan ini. Namun, tak seorang pun berani mengusik Wulung yang terus mengaji di dalam kamar.

 

“Menurut cerita keluarga saya, waktu itu sepertinya yang mengaji bukan saya, sebab suaranya jauh lebih enak dan merdu,” kenang Wulung lagi.

 

Yang pasti, ketika itu Wulung tentu saja tidak sadar dengan kondisi raga wadaqnya di alam nyata. Sampai akhirnya, di alam gaib sana, dia diminta untuk segera pulang oleh Kyai Jaganegara, meski dia sendiri masih merasa betah.

 

“Cucuku, kau sudah menjadi santriku. Kapan pun memerlukan bantuanku, kau bisa memanggilku. Sekarang, kau harus pulang sebab keluargamu telah lama menunggu kedatanganmu!” Begitulah kira-kira apa yang dikatakan oleh Kyai Jaganegara.

 

Sama seperti saat kepergian, Wulung diminta menjulurkan tangan kanannya. Sang Kyai memegangnya erat-erat. Wulung diminta memejamkan mata, dan jangan sekali-kali membukanya sebelum diperintah.

 

Wulung menuruti semua perintah itu. Seketika tubuhnya berubah seringan kapas dan mengudara. Namun saat disuruh membuka mata, kali ini dia terkejut sebab ternyata dirinya masih berada di dalam kamarnya yang pengap itu.

 

“Waktu itu, sekujur tubuh saya amat lemas, bahkan untuk bangun saja tidak mampu. Karena itulah aku memanggil Leha. Tapi yang datang semua keluarga yang langsung mengerumuniku. Katanya sudah tiga hari tiga malam aku berada di dalam kamar dan terus mengaji. Aneh sekali, padahal saya merasakan kejadian itu hanya berlangsung beberapa jam saja,” papar Wulung yang kini akrab dengan sapaan Ki Wulung.

 

Semenjak peristiwa ini, Wulung sering mengunjungi Pesantren Gaib Telaga Mangunan, terutama bila menghadapi persoalan-persoalan yang pelik. Yang tak kalah penting, dia juga kerap berhubungan dengan Mbah Kyai Jaganegara, terutama untuk meminta nasihat-nasihat pengobatan untuk membantu mereka yang sakit.

 

Menurutnya, Pesantren Gaib Telaga Mangunan tersebut secara fisik ditandai dengan sebuah telaga yang ada di kawasan Dataran Tinggi Dieng, sebelah barat Kota Batur. Bagi mereka yang memiliki kemampuan penglihatan gaib, pasti akan bisa melihat keberadaan pesantren tersebut. Tak jauh dari telaga Mangunan, juga ada pusat kerajaan makhluk halus golongan hitam yang rajanya adalah Mbah Baruklinting.

 

Sebagai seorang santri gaib Pesantren Gaib Telaga Mangunan, Ki Wulung memang dikaruniai berbagai ilmu gaib tingkat tinggi, khususnya dalam hal penyembuhan penyakit. Dia juga tercatat sebagai penemu daun sakti yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Daun tersebut dia temukan sesuai petunjuk Mbah Kyai Jaganegara. Ditemukan di kawasan Pantai Utara. Karena daun tersebut belum bernama, maka dia memberinya nama Daun Wulung.

 

Nah, dengan Daun Wulung inilah Ki Wulung membantu penyembuhan penyakit, termasuk juga menyelesaikan berbagai problem gaib.

 

“Bila masalah yang saya hadapi berat, saya juga meminta bantuan pada Mbah Kyai Jaganegara!”

 

Katanya seraya menambahkan bahwa dirinya telah beberapa kali berhasil menyembuhkan penderita kanker payudara, penyakit ganas yang amat ditakuti kaum Hawa. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Solusi Kyai Pamungkas: RITUAL ILMU PENUTUP JODOH

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: HANTU USIL GEDUNG INDOSAT

adminbomoh

Kisah Kyai Pamungkas: MAKAM KERAMAT RADEN KUNING

adminbomoh
error: Content is protected !!