Kisah Kyai Pamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: MISTERI RUMAH GEDONG PUTIH

Kisah Kyai Pamungkas:

MISTERI RUMAH GEDONG PUTIH

MAU TAHU BAGAIMANA KEADAAN SESEORANG YANG AKAN DIRENGGUT JIWANYA SEBAGAI TUMBAL? KISAH NYATA BERIKUT INI SETIDAKNYA BISA SEDIKIT MENGGAMBARKANNYA. DIALAMI LANGSUNG OLEH SEORANG BURUH PABRIK, YANG SECARA KEBETULAN MAJIKANNYA SEORANG PENGANUT PESUGIHAN…

 

Ini kali pertama aku mengalami mimpi mengerikan. Mimpi aneh ini berawal ketika aku bekerja di sebuah pabrik besar di kota Bogor. Gedung yang ditempati pabrik itu, sebuah gudang yang telah berumur sangat tua. Mungkin sudah ratusan tahun!

 

Karena ketuaannya, tentu saja suasana Suram dan redup menyelimuti kegiatan di pabrik tempatku bekerja, Gedung itu seolah menyimpan misteri yang tak terungkap, atau memang mungkin tidak boleh diungkapkan karena akan mengusik kehidupan orang banyak.

 

Tapi, seseorang telah datang dalam mimpiku. Sosok itu selalu mengawasi, mengejek, bahkan mencoba mengambil jiwaku. Ini terjadi hampir tiap malam.hadir lewat mimpi itu sepertinya sengaja datang untuk menjadikan diriku sebagai tumbal dari apa yang disebut sebagai Rumah Gedong Putih itu.

 

Sejak mimpi itu sering datang, aku memang mulai sering sakit-sakitan dan pikiranku juga kacau, bahkan seperti melayang-layang tidak karuan. Benar-benar aku lupa urusan apa saja. Bahkan, pesan-pesan penting yang harus disampaikan untuk atasanku juga terlupakan dengan begitu saja.

 

Keadaan ini tentu saja sangat mempengaruhi kinerjaku di pabrik. Apalagi aku juga mulai merasakan suasana ruangan kantor di pabrikku yang rasanya mulai tidak nyaman. Ini terutama sekali terjadi karena aku, merasa seolah ada sepasang mata yang selalu mengawasi gerak-gerikku, tapi dia tidak jelas wujudnya.

 

Tidak hanya sebatas itu keanehan yang kualami. Manakala suasana pabrik sudah mulai sepi, suara seseorang sepertinya berbisik terus, dan terdengar jelas di telingaku. Kadang— kadang juga disertai kemunculan perempuan , berbaju putih dan berwajah pucat. Dia datang mengintai di sela kain gordin jendela ruangan, seolah berusaha menangkapku untuk,dibawanya pergi entah kemana.

 

Seiring dengan keanehan yang kualami, aku juga menangkap sesuatu yang tidak beres di lingkungan pabrik. Setelah kuperhatikan, hampir setiap minggu pasti ada keluarga salah seorang karyawan pabrik yang meninggal. Cara mati mereka selalu sama, yakni diawali sesak nafas lalu sakit jantung, dan lupa ingatan.Jadi wajar saja pabrik tempatku bekerja selalu membuka lowongan setiap satu bulan sekali.

 

Semua kejadian tersebut sepertinya berkaitan dengan rangkaian mimpi buruk yang terus datang dalam tidurku. Ya, selama aku masih bekerja di sana, di pabrik yang akrab dengan sebutan sebagai Rumah Gedoh Putih.

Entah mengapa dan dengan alasan apa, saat itu aku disuruh lembur sendiri. Setelah menyelesaikan semua pekerjaan dan jam lembur telah usai, aku bergegas hendak segera pulang. Tapi sungguh aneh, tiba-tiba aku sudah berada di tepi jalan dalam suasana kota Bogor tahun enampuluhan. Hal ini nampak jelas dari sebuah papan nama yang berada di depanku.

 

Langit memerah, hati beranjak senja. Di kejauhan terlihat kerlap-kerlip cahaya lampu minyak yang ditiup angin malam. Sungguh, tempat itu sangat asing dan yang tidak kumengerti kenapa aku bisa sampai di sini.

 

Dengan warna langit yang mulai kelam, aku seperti kembali berada di masa silam. Tidak ada lampu listrik penerangan jalan, yang ada hanya Sinar bulan dan kerlap-kerlip lampu minyak di tepi jalan. Dalam keremangan itu sesekali lewat beberapa orang dengan pakaian hitam-hitam, model pendekar tempo dulu. Juga ada delman yang hilir mudik. Sedangkan di tepi jalan, tampak penjual sate mangkal dengan ditemani beberapa pembeli. Mereka juga berbaju hitam.

 

Di kejauhan tampak pertunjukan ronggeng dan musik jaipong sedang berlangsung di sebuah kedai yang cukup ramai. Suara orang tertawa terdengar sayup-sayup. Aku masih terpaku di perempatan jalan itu. Bingung!

 

Sementara tempatku berpijak tanahnya perlahan terasa mulai memerah dan basah. Di hadapanku berdiri banyak bangunan Belanda kuno yang kokoh menghadang dikelilingi beberapa bangunan besar lainnya, juga ada sebuah istal. Kandang kuda.

 

Tiba-tiba delman melintas dan berhenti di hadapanku. “Cepat naik!” Hardik si kusir kepadaku, wajahnya tidak terlalu jelas.

 

Dengan perasaan yang aneh dan bingung serta sedikit gemetar, kunaiki delman misterius yang hanya diterangi lampu minyak dengan cahayanya yang hampir padam.

 

“Ini pasti jalan menuju pulang!” Pikirkku.

 

Perjalanan aneh pun dimulai. Jalan yang kami lalui hanya diterangi cahaya bulan yang redup, tersaput awan. Banyak juga orang yang lalu-lalang di jalan itu. Tapi tampaknya mereka yang berlalu-lalang itu tidak melihat delman yang kutumpangi. Bahkan mereka seolah tidak mengenal satu sama lain. Aneh! Pikirku. Di manakah aku dan mau dibawa kemana oleh si kusir misterius ini?

 

Sementara delman terus melaju, pikiranku berkecamuk mengenai hal-hal yang mengerikan. Saat itu, perasaanku amat takut. Sampai tiba-tiba pandangan mataku tertuju pada seorang laki-laki berbaju hitam yang berdiri di tepi kali. Tampaknya dia sedang membuang sesuatu yang besar dan berat ke dalam kali. Kuperhatikan barang apa yang dibuangnya. Hih, ternyata potongan tubuh manusia. Ya, jelas sekali kulihat. Ada potongan kepala, lengan, kaki, bahkan dari bagian perutnya tampak usus yang terburai. Lelaki itu membuang semuanya ke dalam sungai, seolah seperti membuang sampah yang tidak berharga.

 

“Kenapa orang itu membuang potongan tubuh manusia? Berapa banyak orang yang telah dia mutilasi?” Seruku yang hanya mampu sampai di leher.

 

Leherku memang terasa tersekat. Jantungku berdegup kencang.“Sekarang kita berada di mana, Pak?” Tanyaku pada si kusir. Dia hanya diam. “Pak, kita ini mau kemana? Stop di sini aja.Aku mau turun, Pak!” Teriakku pada si kusir.

 

Namun dia hanya diam, bahkan menolehpun tidak. Dia seolah tidak mendengar suaraku.

 

Dalam perasaan takut yang teramat sangat, kuperhatikan jalan tanah yang kami lalui berwarna merah pekat seperti darah dan nampak sangat lengket. Seolah tanah itu memang merekat liat di roda delman. Dan ketika melintas di atas sebuah. Jembatan, tercium bau anyir darah yang disertai bau busuk. Kucari dari arah mana datangnya bau yang sangat tidak nyaman dan mencurigakan itu.

 

Aku pun bergidik ngeri. Tiba-tiba tampak olehku air sungai yang mengalir di bawah jembatan. Tapi bukan air sungai yang bening, melainkan darah merah yang menjijikan. Pemandangan ini semakin membuat hatiku kecut.

 

“Pak, tolonh antar aku kembali. Putar balik! Mau, kemana ini?” Teriakku berkali-kali.

 

Tapi sekali lagi, si kusir menolehpun tidak,seakan suaraku hilang ditelan angin dan gelapnya malam. Ya, gelap malam yang pekat dan hanya diterang oleh cahaya lampu minyak, sehingga aku tidak dapat melihat dengan jelas wajah kusir yang sejak tadi sangat musterius itu.

 

“Turunkan aku di sini, Pak!” Teriakku dengan suara gemetar.

 

“Turun!” Bentak si kusir dengan suara marah. Tanpa peduli pada keterkejutanku, dia pun kembali membentak, “Turun cepat! Kita sudah sampai!”

 

Tanpa aku tahu berada di mana, aku terpaksa turun. Dengan amat takut, aku turun dari delman aneh itu. Lalu, si kusir dengan cepat menghela kudanya dan meninggalkanku di tepi Jalan sendirian.

 

“Di mana ini?” Tanyaku lirih sambil melihat sekeliling.

 

Aku menangis dan menyesali mengapa hal ini bisa terjadi. Kusir aneh itu ternyata menurunkan aku di depan sebuah pintu gerbang rumah gedung bergaya Belanda lama. Perlahan aku memasuki gerbang rumah dengan halaman luas itu, dan berharap ada seseorang yang dapat kutanyai.

 

Tetapi, setelah berjalan sampai ke pintu masuk, tidak ada seorang pun yang nampak, Rumah gedung itu berdinding putih pekat, ruang dalamnya yang besar tampak sepi dan hanya diterangi cahaya lampu cempor yang temaram.

 

Tiba-tiba angin semilir membawa bau anyir darah dan perlahan tanah yang kupijak mengikat kakiku. Astaga! Lantai tanah yang kupijak mulai basah dan hati membuatku susah melangkah. Kini, aku pun mulai dilanda kepanikan.

 

Perlahan, dengan langkah berat oleh tanah, aku memasuki ruang dalam yang berupa koridor panjang dengan banyak kamar di kiri dan kanannya. Tapi kamar-kamar itu pintunya tertutup rapat.

 

Samar-samar, dari balik pintunya terdengar seperti suara tangan besar yang sedang menyiksa seseorang, Terdengar juga suara perempuan menangis kesakitan, suara nafas laki-laki tua yang tersengal-sengal. Sementara di kejauhan terdengar pula suara jeritan minta tolong yang amat menyayat hati, membuat jantungku berdebar kencang.

 

Kreekk! sebuah pintu di depanku terbuka lebar. Di dalam ruangan berdinding putih cahaya terang memperjelas pemandangan seisi ruangan. Ranjang besi yang sudah tua berselimut kain merah darah, kelambu putih dihiasi ronce kembang sedap malam dan mawar merah. Aku terpaku dibuatnya Dan tiba-tiba satu suara parau mengangetkan, “Masuk! Itu tempatmu?”

 

“Apa… tempatku?“Tanyaku dalam hati.

 

“ya, seperti juga yang lain, kamu akan terpenjara di sini, abadi, karena tuanku menghendakimu!” Kata suara tanpa wujud Itu lagi.

 

“Tuan? Siapa tuanmu? Dan, kenapa denganku ?”Tanyaku heran.

 

“Jiwamu terpenjara di kamar ini, Saat kau rebahkan diri di ranjang itu, maka setiap tetes darah dan nafasmu akan membuat Tuanmu hidup. Dia akan datang menyiksamu sampai darah di sekujur tubuhmu kering,” kata suara parau itu lagi.

 

“Tuanmu akan ke setiap kamar, ke setiap jiwa, dan menghisap darah dan isi otakmu hingga kamu hilang ingatan. Jantungmu akan kosong dan mengkerut tanpa darah, lalu berhenti berdetak. Kau akan seperti aku, budak di rumah ini selamanya, atas kehendak Tuanku, Cepatlah masuk!” Katanya menghardik.

 

Seperti ada sepotong tangan besar yang mendorongku masuk, aku pun terjerembab di atas tanah kamar tersebut.

 

“Aku tak mau disiksa di sini!” Teriakku dalam hati. Lalu, dengan sisa-sisa tenaga dan keberanian aku pun memekik,“Hei…siapa Tuanmu itu? Apa salahku?”

 

Tak ada jawaban. Yang ada hanya sepi yang begitu menyeramkan.

 

“Ya Allah, tolong hamba! Hamba takut, subhanallah, ya Allah…di mana ini?” Rintihku dengan air mata bercucuran.

 

Keanehan terjadi setelah doaku. Tiba-tiba ada sesuatu kekuatan besar dalam diriku untuk berlari meninggalkan kamar putih itu. Sekalipun tanah liat seolah mencengkeram kakiku. Aku berlari sekuat tenaga menghambur ke halaman luar yang luas, meninggalkan rumah putih itu, Ketika sampai di pinggir jalan, sebuah delman melintas dan berhenti di depanku, Lalu sang kusir bertanya, “Neng, kamu mau kemana?”

 

Aku tidak ingin naik, takut dia membawa kembali ke rumah putih itu lagi. Aku segera berlari meninggalkannya, tapi delman itu terus mengejarku, dan aku semakin takut.

 

“Ayo naik, nanti keburu dibawa setan!” Kata Si kusir lagi. Dan entah kenapa, tanpa pikir panjang segera segera saja kunaiki delman itu,

 

“Pak, kita mau kemana?” Tanyaku.

 

“Kita akan pulang,” jawab si kusir.

 

Kutengok ke belakang. Ada sebuah bayangan hitam yang mengejarku, seolah ingin menggapai tubuhku.

 

“Kau tidak bisa pergi dariku…!”Teriak bayangan itu, marah. “Aku pasti kembali, untuk membawamu. Keparat!”

 

Tak lama setelah delman melarikanku, entah bagaimana kepalaku pusing dan aku tidak ingat lagi. Tahu-tahu aku sudah berada di rumah saudaraku di Sukabumi. Yang membuatku heran, keadaanku saat itu sudah sakit parah. Karena cemas melihat kondisi tubuhku, seorang famili segera membawaku berobat ke pengobatan alternatif di Sukabumi.

Ringkas cerita, menurut si pengobat, aku sebenarnya akan dijadikan tumbal pesugihan pabrik dengan cara mencuri jiwaku, dengan perlahan lahan sampai tubuhku lemah lalu mati. Tumbal ini sengaja diambil agar usaha pemilik pabrik tetap lancar dan hidup keluarganya makmur.

 

Menurut orang pintar itu lagi, aku telah terlewat oleh tiga tumbal. Karena itu bayangan hitam selalu datang mengejarku dalam mimpi Mereka penasaran ingin menjadikanku sebagai tumbal berikutnya.

 

Dari semua kejadian ini, aku hanya berserah pada Gusti Allah yang memiliki kehidupan ini, apabila segala sesuatu dan Dia menghendak, maka terjadilah. Dan, Gusti Allah pasti tidak menghendaki aku menjadi korban pesugihan mereka. Dan kejadian itu masih selalu kuingat hingga sekarang.

 

Setelah segalanya jelas, akhirnya kuputus untuk berhenti kerja di pabrik tersebut. Perlu diketahui, pabrik tempatku dulu bekerja kini sudah bangkrut dan pemiliknya Mr.X (maaf tidak bisa kusebutkan namanya) mati mengenaskan di ruang kantornya sendiri yang ada di pabrik tersebut.

 

Kini pabrik tempat dulu aku bekerja telah berganti menjadi sebuah perusahaan yang memproduksi obat, tepatnya masih ada di kawasan dekat dengan Kebun Raya Bogor.

 

Semoga kisah nyata ini dapat menjadi pelajaran dan renungan kita bersama! ©️KyaiPamungkas

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Kisah Kyai Pamungkas: Siluman Buaya Putih Penunggu Danau

adminbomoh

Kisah Kyai Pamungkas: MEMBONGKAR PIRANTI-PIRANTI SANTET

adminbomoh

Kisah Kyai Pamungkas: Tuyul Gentayangan di Kisaran

adminbomoh
error: Content is protected !!