Cerita Featured Kisah Kyai Pamungkas Uncategorised Uncategorized

Kisah Kyai Pamungkas: PESAN GAIB EYANG NAGA PUSPA

Kisah Kyai Pamungkas: PESAN GAIB EYANG NAGA PUSPA

WUJUD KAKEK MISTERIUS YANG MENGAKU SEBAGAI EYANG NAGA PUSPA ITU ADALAH SEEKOR NAGA RAKSASA YANG AMAT BESAR. UMURNYA SAAT INI KIRA-KIRA SEKITAR 30701 TAHUN. SANG EYANG MENYEBUTKAN BAHWA NEGERI INI BERADA DALAM ANCAMAN BENCANA. BAGAIMANAKAH PERSISNYA…?

 

Kita patut merenungi secara mendalam pesan gaib yang terkandung dalam kisah ini. Dituturkan secara lugas dan sederhana oleh pelakunya sendiri. Dalam surat pengantar yang ditujukan kepada Redaksi, dengan menyebut nama Allah, sang Penulis mengaku tak bermaksud menebar sensasi lewat kesaksiannya ini. Dia juga tak memaksa orang lain untuk mempercayai apa yang dialaminya, Namun sekali lagi, kita patut merenungi ini semua…

 

KISAH NYATA yang amat menegangkan ini dialami sendiri oleh Penulis. Kejadiannya berlangsung sewaktu aku masih bekerja di daerah Sumatera Selatan, tepatnya di sebuah desa bernama Sungai Sibur.

 

Waktu itu, aku bekerja sebagai ABK (anak buah kapal-Red) di sebuah kapal dagang milik seorang nelayan kaya yang rumahnya di daerah itu. Setiap dua minggu sekali, kapal yang aku awaki menyeberang ke Pelabuhan Muara Anake Jakarta Utara, untuk menjual ikan hasil tangkapan kami, dengan harapan harganya bis jauh lebih tinggi.

 

Nah, di Sumatera ada sebuah gudang pengelola udang tambak dan udang laut. Kebetulan, karyawannya baik-baik semua, terutama kepada para ABK sepertiku, karena itulah aku sering menumpang sholat di mushola kecil yang ada di lingkungan gudang itu.

 

Suatu hari di bulan Maret 2006 kemarin, kebetulan aku menumpang sholat Maghrib di mushola yang ada di areal gudang itu. Sehabis shalat, seperti biasa aku langsung berdzikir. Belum lama dzikir kulantunkan, tiba-tiba ada angin berhembus di sekitar tempatku sholat. Entah darimana datangnya, padahal semua jendela dan pintu kututup semua, yang pasti, angin yang cukup besar itu menerpa tubuh.

 

Karena tenggelam dalam kekhusyukkan, waktu itu aku tak begitu menghiraukannya. Jadi saya tetap melanjutkan dzikir. Aku pun kembali memejamkan mata sambil berdzikir dan menghimpun kembali segenap konsentrasi yang sempat terganggu akibat terpaan angin tadi.

 

Anehnya, saat kedua belah mata ini kembali terpejam rapat, aku merasa telah melihat keadaan di sekeliling tempat sholat telah berubah. Ya, aku melihat keadaan seperti melihat sesuatu dengan mata terbuka. Padahal, mataku jelas terpejam.

 

“Subhanallah! Mbah ini siapa..?” Tanyaku yang kaget karena melihat seorang kakek berada tak jauh di hadapanku.

 

Sesaat aku merasa ragu dan bertanya sendiri: Apakah mataku sudah terbuka lebar sehingga aku bisa melihat si kakek yang misterius itu? Tidak! Mataku masih terpejam rapat, namun tepat di depanku jelas sekali ada seseorang kakek yang sudah sangat tua sekali sedang duduk di hadapanku. Dia memakai pakaian serba putih. Terlihat jelas rambutnya yang panjang dan jenggotnya yang juga panjang. Sudah memutih semuanya.

 

“Ngger (Nak-red), tolong keluarlah! Ada sesuatu yang ingin Eyang sampaikan. Eyang tunggu di luar sana!” Kata si kakek dengan suara lembut. Setelah berkata demikian, mendadak dia menghilang dari pandangan mata saya.

 

Seketika aku tersentak kaget dan langsung membuka mata. Astagfirullah! Ternyata aku masih berada di dalam mushola kecil itu seorang diri, Tak ada siapa-siapa lagi. Tapi kehadiran kakek tadi sepertinya begitu nyata. Dan pesannya Itu, sepertinya menyiratkan sesuatu.

 

Karena penasaran, aku pun segera meninggalkan mushola untuk mencari si kakek. Namun, walau telah mencari ke depan, ke samping, sampai ke belakang gudang itu, ternyata sang kakek tidak ada. “Ah, mungkin tadi itu aku hanya berhalusinasi,” pikirku.

 

Setelah aku hampir putus asa mencarinya, tiba-tiba terdengar suara. “Saya ada di samping kananmu, Ngger! Gunakanlah indera batinmu.”

 

Demikian kata suara tanpa wujud itu. Memang benar, setelah aku memejamkan mata untuk memusatkan indra batin, terlihat jelas kakek tadi sedang duduk di atas air laut yang begitu luas. Sungguh aneh, tubuhnya tidak tenggelam. Bahkan, jubahnya yang berkibar-kibar diterpa angin itu sama sekali tidak tersentuh air laut yang ketika itu lumayan besar ombaknya.

 

Dengan perasaan takzim aku langsung duduk bersimpuh di jerambah, semacam dermaga, yang terbuat dari kayu. Memang, gudang dan sekeliling tempat di situ menggunakan kayu-kayu papan untuk jalan-jalan utamanya. Semua bangunan di situ berbentuk semacam rumah panggung, yang di bawahnya adalah muara sungai yang menyatu dengan lautan katau air sedang pasang. Jadi saat kejadian aneh ini aku berdiri menghadap hamparan lautan yang tuas dan airnya sedang pasang.

 

Aku segera memberikan sembah hormat kepada si kakek misterius. Herannya, entah kenapa keadaan waktu itu sangat sepi, padahal biasanya ramai dengan anak-anak yang mengaji, dan orang lalu lalang.

 

“Assalammu’alaikum warahmatullah wabarakatuh!” Cetus si kakek memberi salam.

 

“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh.” Jawabku dengan takzim. Di saat yang sama dadaku juga bergemuruh oleh tekanat perasaan, Antara takut, heran, dan takzim.

 

“Ngger, jangan takut. Eyang datang jauh-jauh ke sini, tidak untuk menyakitimu,” katanya seolah mengerti perasaanku.

 

“Maaf, kalau boleh tahu. Eyang ini siapa?” Tanyaku sambil berusaha mengendalikan perasaan.

 

“Ketahuilah, nama Eyang adalah Eyang Naga Puspa. Eyang datang dari laut setatan bagian barat, orang sekarang mengatakannya sebagai Pelabuhan Merak” Jawabnya. Yang disebut Pelabuhan Merak ini adalah sebuah pelabuhan yang ada di Provinsi Banten. Persisnya pelabuhan yang menyadi salah satu titik penyeberangan di Selat Sunda yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera.

 

“Kalau boleh Ananda tahu, ada hal apa sebenarnya sehingga Eyang berkenan menjumpaiku?”

 

“Begini, Ngger! Jauh-jauh Eyang datang ke sini adalah semata-mata karena ingin menyampaikan sesuatu hal padamu..Eyang terbangun dari tidur, karena melihat penlaku masyarakat bangsa ini yang sudah kelewatan. Perilaku yang tidak lagi mencerminkan pwa dan watak seorang manusia. Di zaman sekarang ini, anak-anak sudah berani sama orang tuanya sendiri. Mereka bisanya cuma mengolok-olok orang tuanya sendiri. Tanpa memberi saran atau solusi terhadap apa yang sedang dihadapi oleh orang tuanya.

 

Mereka cuma bisa merusak tatanan yang sudah disepakati sejak zaman nenek moyang dulu. Mereka menghancurkan sesuatu yang telah ada. bukannya malah membangun. Ajaran yang lurus disimpang-simpangkan. Dah ajaran yang sudah lurus dihina dan dicaci maki. Sementara ajaran yang menyimpang diunusluruskan. Alam mulai murka,sehingga terjadi bencana di mana-mana. Itu semua terjadi karena ulah manusia itu sendiri.” Papar si kakek dengan panjang lebar.

 

Dengan suara bergetar aku kembafi mengajukan pertanyaan, “Terus kenapa Eyang mengatakan itu semua padaku? Bukankah akan lebih baik jika Eyang katakan itu kepada masyarakat luas, atau kepada para pemimpin yang memimpin negeri ini?”

 

“Begini, Nggger! Sebagai sama-sama makhluk Allah, Eyang ingin membantu bangsa ini. Untuk itu, Eyang menemuimu, Harapan Eyang agar kau bisa menyampaikan pesanpesan ini kepada seluruh anak bangsa di negeri ini. Insya Allah akan ada pengaruh baik terhadap bangsa ini. Ya paling tidak kalau Eyang dipegang dan diperlakukan secara benar oleh pemimpin bangsan ini, ataupun oleh orang yang bijak. Insya Allah akan bermanfaat untuk masyarakat luas.” Jelasnya lagi.

 

Sambil tertunduk takzim aku pun memberanikan diri untuk berkata,“Maaf, Eyang, bukankah tadi Eyang mengatakan akan berguna untuk masyarakat luas bila Eyang berada dalam genggaman pemimpin negeri ini? Jika itu benar, saya punya usul, bagaimana bila Eyang menemui Bapak Presiden? Atau mungkin Eyang bisa menemui paranormal yang dekat dengan istana, atau paranormal lainnya, atau mungkin seorang Kyai. Menurut hemat saya, halitu akan lebih mudah bagi Eyang untuk menolong bangsa ini. Daripada aku yang hanya orang bodoh, dan tak pernah mengerti politik. Aku hanyalah seorang nelayan. Nanti malahan kejelekan yang aku dapatkan, bukannya kebaikan seperti yang Eyang harapkan?”

 

“Eyang rasa, Eyang lebih tahu, kenapa Eyang tak menemui orang-orang yang kamu usulkan tadi!” Ujarnya.

 

“Jika memang begitu, terserah Eyang saja. Tapi sebelumnya aku minta maaf, sebab aku tidak berkenan untuk Eyang ikuti. Aku merasa tidak mampu, sebab aku benar-benar seorang yang sangat doif.”

 

Mendengar kata-kataku, si kakek yang menyebut dirinya sebagai Eyang Naga Puspa itu sepertinya ketawa. Bersamaan dengan itu dalam dadaku berkecamuk tanya tentang siapa sebenarnya jati diri si kakek. Maksudku, dari makhluk jenis apakah sebenarnya dia? Apakah sebangsa jin, khodam, atau mungkin makhluk gaib lainnya?

 

Anehnya, seolah mengerti kecamuk batinku, si kakek tiba-tiba menjelaskan teka-teki itu. “Ketahuilah, Ngger! Wujud Eyang yang sebenarnya adalah seekor naga. Umur Eyang sampai sekarang ini kira-kira sekitar 30701 tahun” Demikian si kakek menjelaskan.

 

Aku tersentak kaget, sehingga dengan reflek kata-kata ini meluncur deras dari mulutku, “Masya Allah! Sudah tua sekali umur Eyang ini. Sekali lagi aku minta maaf, aku tidak berkenan untuk Eyang ikuti, sebab itu sangat berat bagiku. Aku takut tak sunggup mengemban amanat dari Eyang. Namun, kalau diperkenankan, aku sangat ingin melihat wujud Eyang yang sebenarnya!” Pintaku dengan penuh ketakziman.

 

“Apakah kamu tidak ingin menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain? Dan kalaupun eyang berubah wujud asli, apakah kamu sanggup melihatnya?” Katanya.

 

“Sekali lagi maafkanlah anakmu yang doif ini, Eyang. Justru aku ingin sekali hidupku ini bermanfaat untuk orang lain. Tapi sekali lagi, aku mohon maaf karena tidak bisa mengemban tugas dari Eyang. Aku punya prinsip tersendiri dalam menjalani hidup ini. Dengan pekerjaan sekarang yang kutekuni, meski hanya sebagai seorang nelayan, tapi akusudah merasa bermanfaat untuk orang lain. Mungkin, memang hanya itu batas kemampuanku. Sedangkan sanggup atau tidaknya aku melihat bentuk asli Eyang, kurasa Eyang lebih tahu. Jadi sekali tagi aku mohon maaf!” Kataku panjang lebar.

 

“Baiklah kalau begitu!” Ujar si kakek. Lalu dia kembali melanjutkan, “Kamu rupanya seorang yang sangat rendah hati. Jarang sekali ada orang yang berani mengutarakan pendapat dalam menghadapi makhluk seperti Eyang ini, Tapi kamu lain. Itulah yang Eyang suka dari dirimu. Sekarang, kamu berdzikirlah seperti yang tadi kamu lakukan di mushola. Ingat, jangan sesekali kamu berhenti berdzikir saat melihat Eyang telah berubah kedalam wujud yang asli!”

 

Setelah berkata demikian, tubuh si kakek melayang ke udara. Tak beberapa lama, tubuh yang dibalut kain putih itu memancarkan cahaya berwarna-warni, seperti warna pelangi. Lama-kelamaan, tubuh si kakek tak terlihat lagi, Hanya cahaya yang bersinar benderang yang terlihat oleh pandangan batinku.

 

Aku terus berdzikir, sampai akhirnya terjadilah kejaiban. pendaran sinar itu menghilang, dan tubuh si kakek telah berubah menjadi seekor ular naga yang sangat besar. Besarnya kira-kira, kalau ada sepuluh orang dewasa saling menggandeng tangan, dan membentuk lingkaran, mungkin sebesar lingkaran itulah besarnya tubuh sang naga. Bisa jadi masih kurang. Pokoknya, sulit sekali bagiku untuk menggambarkannya.

 

Namun terlihat jelas dalam pandanganku warna tubuh naga itu hijau keemasan, mengkilap dan bercahaya. Kumisnya sangat panjang, ada jengger di sepanjang punggungnya berwarna merah kekuningan. Naga itu juga ada kakinya. Kalau tidak salah lebih dari empat. Pokoknya luar biasa.

 

“Jadi bagaimana? Dengan melihat wujud Eyang seperti ini, maukah kamu Eyang ikuti…?” Tanya si Naga.

 

Dengan takzim aku menjawabnya, “Sekali lagi maafkan Ananda, Eyang! Dengan melihat wujud Eyang yang gagah perkasa seperti ini, yang pantas menerima Eyang mungkin adalah Pak Presiden, atau para Kyai bijak. Dengan demikian masyarakatnya bisa dikendalikan. Kalau aku sangat tidak pantas, Eyang!”

 

“Jadi kamu benar-benar tidak mau, Ngger? Apakah kamu tidak kasihan melihat nasib bangsa ini yang akan terus dilanda bencana?” Katanya dengan nada agak keras.

 

“Sekali lagi aku mohon maaf, Eyang. Rasanya aku tidak pantas menyandang pusaka sehebat ini. Orang-orang yang menjadi pemimpin negeri inilah yang pantas menyandangnya, paling tidak seorang Kyai yang bijak. Sekali lagi, aku mohon maaf!” Jawabku.

 

“Eyang sangat kecewa padamu, Ngger. Jauh-jauh Eyang datang kesini untuk menemui insan terpilih seperti dirimu. Dan berabad-abad Eyang tidur dan kini terbangun ingin ikut denganmu. Tapi kamu tidak mau kuikuti. Sungguh Eyang sangat kecewa.”

 

“Maaf, Eyang, aku tidak bermaksud mengecewakan Eyang. Kalau sampai aku memegang pusaka seperti Eyang diusiaku yang masih muda ini, apalagi aku ini hanyalah seorang yang sangat bodoh, maka aku takut keburukanlah yang nantinya akan terjadi,” jawabku.

 

“Eyang rasa, Eyang lebih tahu. Apa yang akan terjadi denganmu nanti.”

 

“Maaf, sekali lagi aku mohon maaf. Aku yakin, hanya Allah SWT yang lebih mengetahuinya.”

 

“Ya, sudahlah! Eyang akan menunggumu… Sampai kamu berubah pikiran. Dan kamu berkenan untuk Eyang ikuti. Ambilah eyang dengan cara berpuasa (Dia menyebutkan bilangan jumlah puasa yang harus kulakukan. Pen). Selama berpuasa, bacalah surat ini (Dia juga menyebutkan satu surat dalam Al-Qur’an, serta bilangan bacaan yang harus kulakukan-Pen). Dan jangan lupa bertawasullah kepada Kanjeng Nabi Muhammad serta Syekh Maulan Magribi. Insya Allah, kalau kamu lakukan ini, maka atas izin Allah Eyang akan datang kepadamu. Sekarang Eyang harus segera pergi. Eyang minta maaf telah mengganggu shalat dan dzikirmu. Assalammu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.”

 

Setelah berkata demikian, dia meninggalkanku dengan tubuhnya yang masih dalam bentuk seekor naga yang teramat besar.

 

Lalu, naga itu menghilang dengan menyelam ke dalam samudera. Sementara, aku tersentak dan kembali ke alam ragawi. Kulihat di kejauhan sana ombok membuncah menyentuh cakrawala malam. Di antara gelombang ombak itu nampak sinar hijau berpendaran dengan cahaya kuning bagai emas…

 

Sebagai catatan, bagi segenap pembaca, perlu penulis sampaikan bahwa sampai aku menurunkan cerita ini, pusaka itu belum terambil. Penulis persilahkan kalau ada dari pembaca yang mampu mengambil pusaka itu.

 

Harapan penulis, dan ini adalah harapan kita bersama, kalau sampai pusaka itu terangkat oleh siapa saja, tolonglah masyarakat luas dan bangsa ini dari ancaman bencana yang akan terus mengancam di sepanjang waktu terakhir dan mendatang ini. Penulis ikhlas bagi siapa saja yang ingin menolong sesama.

 

Kebenaran sejati dari pengalaman gaib yang kulakoni ini, aku sendiri memang kurang mengetahui hikmah apa yang terkandung di dalamnyanya. Tapi itulah pengalaman yang penulis alami. Kalau pembaca penasaran ada tidaknya pusaka tersebut, maka penulis persilahkan untuk mengecek atau menerawang sendiri. Hanya penulis sarankan, kalaupun hendak menerawang, harus benar-benar mempunyai ilmu yang mumpuni.

 

Akhirnya, penulis serahkan semuanya ke hadirat Illahi Rabbi. Karena hanya Dia-lah Yang Maha Tahu akan perkara-perkara gaib. Wallahu a’lam bissawab. ©️KyaiPamungkas.

Paranormal Terbaik Indonesia

KYAI PAMUNGKAS PARANORMAL (JASA SOLUSI PROBLEM HIDUP) Diantaranya: Asmara, Rumah Tangga, Aura, Pemikat, Karir, Bersih Diri, Pagar Diri, dll.

Kami TIDAK MELAYANI hal yg bertentangan dengan hukum di Indonesia. Misalnya: Pesugihan, Bank Gaib, Uang Gaib, Pindah Janin/Aborsi, Judi/Togel, Santet/Mencelakakan Orang, dll. (Bila melayani hal di atas = PALSU!)

NAMA DI KTP: Pamungkas (Boleh minta difoto/videokan KTP. Tidak bisa menunjukkan = PALSU!)

NO. TLP/WA: 0857-4646-8080 & 0812-1314-5001
(Selain 2 nomor di atas = PALSU!)

WEBSITE: bomoh.online
(Selain web di atas = PALSU!)

NAMA DI REKENING/WESTERN UNION: Pamungkas/Niswatin/Debi
(Selain 3 nama di atas = PALSU!)

ALAMAT PRAKTEK: Jl. Raya Condet, Gg Kweni No.31, RT.01/RW.03, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
(Tidak buka cabang, selain alamat di atas = PALSU!)


Related posts

Panggonan Wingit: RAJA JIN DI LEMPUYANG, INDRAMAYU

KyaiPamungkas

Panggonan Wingit: PUSER BUMI, GERBANG MASUK ALAM GAIB

KyaiPamungkas

Kisah Kyai Pamungkas: TERSESAT DI KAMPUNG SILUMAN GUNUNG CIREMAI

KyaiPamungkas
error: Content is protected !!